3 Jul 2007

Term of References (ToR) and Advocacy Frame work on the Barracks

Latar Belakang
Dua tahun tsunami telah berlalu, tercatat hingga Maret 2007 telah tersedianya rumah sekitar 61.000 unit rumah permanen yang diperuntukkan bagi korban tsunami, sementara yang sedang dalam proses pengerjaan diperkirakan mencapai 30.000 unit rumah permanen. Di sisi lain, hingga saat ini kurang lebih 15.000 keluarga masih tinggal di barak.
[1]

Beberapa lembaga baik internasional maupun lokal termasuk didalamnya Oxfam International bekerja dalam memberikan bantuan pelayanan di barak-barak seperti penyediaan air bersih, promosi kesehatan bagi warga dan pendistribusian pelayanan yang bukan makan.

Berdasarkan hasil penilaian dari lembaga PBB dan beberapa NGOs menunjukkan bahwa masih banyak penghuni barak yang belum memiliki akses untuk pemeliharaan fasilitas sanitasi yang baik maupun penyediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Sebahagian besar penghuni barak yang tinggal di TLC adalah yang rumah dan tanahnya hancur disebabkan karena tsunami dan ada sebahagian besar dari mereka yang merupakan penyewa maupun penggarap pada saat tsunami terjadi. Berdasarkan survey terakir dari BRR tercatat lebih dari 40% penghuni barak sebelum tsunami berstatus penyewa.

Kepala Badan Pelaksana (Bapel) BRR NAD – Nias, akhir-akhir ini menegaskan bahwa keberadaan barak di seluruh Aceh akan berakhir pada bulan Juni tahun 2007, walaupun secara sadar beliau mengetahui bahwa bagi sebagian kalangan hal tersebut merupakan keputusan yang tidak rasional.

Oxfam beserta dengan NGOs dan lembaga-lembaga internasional menfokuskan pada kenyataan bahwa hingga akhir tahun 2007 ini bahkan memasuki awal tahun 2008 proyek perumahan belum terselesaikan. Di samping itu juga 2 bulan menjelang pembongkaran barak terhitung dari April – Juni belum adanya petunjuk yang jelas mengenai rencana pembongkaran barak dalam upaya menghindari kekerasan/ancaman dalam proses relokasi atau pemindahan pengungsi.

Guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan menjelang 2 bulan sisa masa waktu pembongkaran barak yang akan bahkan yang telah dan yang sedang dilakukan oleh BRR, maka menjadi suatu kebutuhan mendesak untuk membentuk agenda koordiansi dan advokasi bersama yang tergabung dalam Joint Advocacy Working Group. Agenda advokasi bersama tersebut menjadi sangat penting dan mendesak mengingat beberapa CSO merupakan aset pendukung penting yang selama ini belum terintegrasi secara baik dan sistematik.

Tujuan:

a) Berbagi informasi tentang berbagai program yang dilakukan oleh berbagai komponen CSO di barak selama ini.
b) Menghubungkan program-program yang dilakukan oleh CSO dengan kerja-kerja dari tiap-tiap tim advokasi dan barak Oxfam.
c) Memastikan serta mendorong BRR dan lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan lainnya dapat memberikan jaminan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi serta mencegah terjadinya kesan kekerasan dalam proses relokasi/pembongkaran barak.
d) Memastikan agar para penyewa dan penggarap yang tinggal di barak mendapatkan dana Bantuan Sosial Bertempat Tinggal (BSBT) sesuai dengan kebijakan kepala Bapel BRR No. 5 Tahun 2007 mengenai penyewa dan penggarap.
e) Memantau dan menjamin dalam melakukan upaya percepatan pembongkaran barak yang telah, sedang dan yang akan dilakukan oleh BRR dengan mengedepankan prinsip-prinsip internasional mengenai perlindungan kemanusiaan bagi pengungsi

Target:
BRR
Pemerintah Daerah (Pemda)
Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK), jika diperlukan.
Camat
Keuchik
Pemilik tanah
Koordinator barak
Pengungsi/Penghuni barak

Peserta Diskusi:
Kata Hati
SORAK
Mitra Sejati Perempuan Indonesia (Mispi)
KKTGA
Suloh
KMPD
Aceh People Forum (APF)
Perhimpunan Masyarakat Tani (Permata)
Yayasan Matahari
LBH
HEDC
Koalisi NGO HAM
Forum LSM Aceh
Walhi
Forsikal
Irish Red Cross
Perwakilan Wartawan media masa:
ü Kompas
ü Waspada
ü Serambi Indonesia.

Kekuatan:
Memiliki data-data lengkap yang berkaitan dengan penanganan barak.
Memiliki pengalaman advokasi yang berbasiskan pendekatan lokal maupun nasional secara baik.
Memiliki akses informasi langsung baik terhadap warga pengungsi, pemerintah lokal maupun antar sesama CSO lokal dan nasional bahkan internasional.
Memiliki kemampuan sumberdaya manusia yang baik.
Memiliki jaringan yang banyak antar sesama CSO lokal, dengan CSO nasional maupun dengan lembaga Internasional.

Kelemahan:
Kurangnya koordinasi secara sistmatis antara sesama CSO yang fokus pada isu barak.
Belum terintegrasi secara baik berkenaan dengan upaya kelanjutan masa depan kehidupan korban tsunami di-barak maupun pasca tinggal di barak.

Peluang/kesempatan:
Adanya tawaran koordinasi yang lebih baik dari BRR, khususnya bidang penanganan barak dan bidang perumahan untuk memberikan masukan serta dukungan keterlibatan langsung dalam upaya mendukung percepatan pelaksanaan relokasi pengungsi dari barak-barak ke rumah-rumah permanen.
Adanya beberapa NGO yang selama ini fokus pada isu barak serta memiliki koordinasi baik dengan Partnership Unit Oxfam International.
Adanya beberapa NGO internasional maupun BRR yang selama ini bekerja di barak serta memiliki koordinasi yang baik dengan Oxfam International.

Ancaman:
Adanya tudingan saling menyalahkan antara sesama pemain kunci dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh-Nias, terutama sekali dalam hal relokasi pengungsi dari barak-barak.
Terjadinya kekerasan atau paksaan dalam proses pemindahan pengungsi dari barak-barak sebelum dipindahkan ke-tempat berikutnya, sehingga berdampak terhadap semakin memburuknya citra penanganan rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh-Nias.
Pengungsi berada dalam situasi terlantar, mengingat masih banyak pengungsi yang tinggal di barak yang belum selesai rumahnya dari donatur maupun BRR.

Metode/Pendekatan:
Berbagi informasi mengenai segala hal yang berkaitan dengan permasalahan barak (kendala yang dihadapi, tanggapan pengungsi.
Merumuskan kebijakan langkah-langkah advokasi bersama secara cepat dan terukur guna menghindari terjadinya nuansa kekerasan/paksaan dalam proses pelaksanaan relokasi para pengungsi dari barak-barak ke rumah-rumah permanen.
Melaksanakan langkah advokasi bersama yang telah dirumuskan ke dalam bentuk aksi bersama.Melakukan monitoring bersama terhadap perelokasian pengungsi dari barak dan implementasi kebijakan kepala Bapel BRR No.5 Tahun 2007 mengenai dana Bantuan Sosial Bertempat Tinggal (BSBT) bagi Penyewa dan Penggarap.
[1] BRR data

Latar Belakang

Memperingati Hari Pengungsi Se-Dunia
Dengan Tema
“ Feel At Home (Merasa Seperti Di Rumah) “
Banda Aceh, Rabu/20 Juni 2007,
Di Kantor FORSIKAL Aceh Jl. Rawa Sakti Timur No. 1 C, Perumnas II Jeulinke, Banda Aceh

Sejarah Terbentuknya Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA).

Tsunami telah berlalu hampir 3 tahun lebih akan tetapi belum ada hasil yang maksimal yang bisa kita lihat sampai sekarang ini. Dimana ribuan pengungsi Aceh masih tinggal di barak-barak, rumah-rumah yang dibangun belum selesai dan tidak layak huni serta banyak kebutuhan ekonomi pengungsi yang belum terpenuhi secara layak.

Akan tetapi yang sangat menyedihkan lagi dimana barak-barak yang selama ini ditempati para pengungsi hampir semuanya berakhir masa sewa tanah sementara rumah yang dibangun sebahagian besar belum selesai dibangun. Dalam hal ini BRR sebagai badan yang diberikan mandat dan bertanggung jawab penuh dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi untuk menyelesaikan persoalan tersebut dirasakan belum mampu secara maksimal memberikan solusi yang dapat menjawab permasalahan mendesak yang terjadi dibarak maupun perumahan.

Melihat fenomena tersebut beberapa rekan-rekan lokal NGO berfikir merasa sangat mendesak untuk membangun gerakan bersama antar LSM Lokal yang berada di Aceh serta terintegrasi dalam suatu forum advokasi bersama yang untuk kemudian disebut sebagai Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA).

Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA) bertujuan untuk melakukan advokasi bersama bagi para pengungsi korban tsunami baik yang masih tinggal dibarak maupun mereka yang tinggal di luar barak guna mempercepat proses pemenuhan hak-hak bagi pengungsi korban tsunami serta untuk memastikan agar terpenuhi hak-hak kemanusiaan bagi para pengungsi di barak sebagaimana yang dijamin dalam 2 Intsrumen Hukum Umum yang berlaku di Indonesia, yaitu:
a. Undang Undang Dasar (Konstitusi RI) 1945 BAB X tentang Warga Negara dan Penduduk :
Pasal 28 F yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Pasal 28 G yang menyatakan bahwa: “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
b. Prinsip-Prinsip Panduan Internasional Bagi pengungsi Dalam Negeri.
Prinsip 18
Ayat (1) “ Semua pengungsi dalam negeri memiliki hak atas standard penghidupan yang layak.
Ayat (2) “ Paling sedikit, dalam keadaan, dan tanpa diskrimasi, pihak-pihak berwenang yang terkait harus menyediakan bagi para pengungsi dalam negeri, dan memastikan akses yang aman bagi mereka atas:
i. Bahan pangan pokok dan air bersih;
ii. Tempat bernaung atau perumahan yang bersifat mendasar;
iii. Bahan sandang yang layak; dan
iv. Layanan kesehatan dan sanitasi yang penting.

Disamping itu juga FAPA memastikan dalam proses percepatan pembongkaran barak yang dilakukan oleh BRR sesuai dengan panduan pembongkaran barak yang dikeluarkan oleh BRR.

Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA) bergerak berdasarkan pada fakta yang kami dapatkan dilapangan. hal tersebut tentunya perlu mendapat perhatian yang serius, karena selain akan berdampak pada mandulnya pemenuhan hak-hak kemanusiaan baik sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945 maupun Prinsip Prinsip Panduan Internasional Pengungsi Dalam Negeri bagi masyarakat sebagaimana tersebut diatas, dan pastinya akan berdampak negatif terhadap proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang sedang berlangsung saat ini

Visi dan Misi Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA)
Visi misi Fapa :
Melakukan Advoksi bersama guna memastikan terpenuhinya Hak-hak kemanusiaan bagi pengungsi Aceh sebagaimana yang dijamin dalam UUD 1945 maupun dalam Prinsip Prinsip Panduan Internasional Pengungsi Dalam Negeri.
Menjembatani antara para pengungsi denga pengambil kebijakan
Melakukan prose monitoring terhadap rehab rekon.

Organisasi yang tergabung dalam Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA).
Adapun organisasi-organisasi swadaya lokal yang tergabung dalam Forum Advoaksi Pengungsi Aceh adalah :
1. KKTGA.
2. Permata Aceh
3. FORSIKAL
4. Solidaritas Perempuan Aceh
5. Katahati Institute
6. SORAK
7. KMPD
8. Matahari Institute
9. Persaudaran Aceh
10. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh

Struktur Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA)
Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA) terdiri dari:
Perwakilan/Reps. 1 (FORSIKAL) DR.Ir. Ishenny M.Noor, M.eng, SC
Perwakilan/Reps. 2 (Persaudaraan Aceh) Hendra
Perwakilan/Reps. 3 Yayasan Katahati

Ruang Lingkup Kerja FAPA.
FAPA dalam melaksanakan kerjanya berdasarkan empat segmen bidang kerja, yaitu:
a) Pengungsi barak.
b) Perumahan.
c) Relokasi.
d) Penyewa dan penggarap.
Bentuk Kontribusi FAPA.
Forum Advokasi Pengungsi Aceh (FAPA) menfokuskan kerja-kerja dalam empat prioritas kerja Advokasi, yaitu:
a) Fasilitator dan memberikan rekomendasi masukan.
b) Monitoring:
ü Kunjungan lapangan (assessment).
ü Posko Pengaduan Bersama (Sekretariat berada pada tiap-tiap LSM lokal yang tergabung dalam FAPA ini).
c) Pendampingan dan Penguatan hak-hak korban tsunami.