24 Jun 2007

PANDUAN BERORGANISASI

I. Membangun Basis
Membangun basis-basis adalah perwujudan konkret dari kepemimpinan di suatu wilayah-wilayah dan sektor. Seluruh usaha mengorganisir akan diarahkan menuju pembangunan basis.
Suatu wilayah basis berdiri pada saat kehadiran kita di suatu tempat (kampus, desa,/kampung/pabrik) memegang peranan yang menentukan dalam menetapkan arah dan tujuan tempat tersebut. Konkretnya bahwa organisasi-organisasi dan aliansi-aliansi maupun organisasi formal yang ada ada dibawah kepemimpinan kita. Dan karena itu sanggup menyokong dan menjawab kebutuhan-kebutuhan perjuangan dan kampanye-kampanye massa kita. Kepemimpinan langsung di jamin melalui kelompok inti kita yang memegang dan memiliki posisi berpengaruh dalam tubuh organisasi-organisasi kita.

Bagaimana selanjutnya kita membangun basis tersebut?
Dari kampanye-kampanye massa yang dilancarkan oleh organisasi sektoral dan multi sektoral kita dapat mengenali sejumlah kontak yang dapat dikembangkan sebagai aktifis-aktifis massa yang bekerja disuatu tempat. Kontak-kontak ini dapat didorong guna menyediakan investigasi awal bagi wilayah kita dan untuk membentuk cabang-cabang yang tersusun rapi dari organisasi atau aliansi legal dan yang secara tertutup menghubungkan dan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas cabang tersebut dengan kampanye sektoral dan multi sektoral. Mereka bisa juga membentuk serikat-serikat atau mengubah himpunan-himpunan fakultas/universitas menjadi serikat-serikat dan menyatukannya ke dalam federasi yang progresif atau membentuk Dewan-Dewan Rakyat.

Pada saat kita secara meningkat memiliki posisi yang kuat, kita sanggup meresapkan pengaruh dan memberikan pedoman kepada pemimpin-pemimpin organisasi lokal yang sudah berdiri dan mendorong mereka untuk maju mengambil pemihakan dan bentuk-bentuk aksi yang lebih militan. Dari tengah-tengah aktifis mahasiswa, pemuda, buruh dan petani kita bisa mendapatkan kontak-kontak aktif yang bisa menerima orientasi yang lebih progresif dan akhirnya membuka kepemimpinan langsung secara terbuka.

Anggota-anggota aktif lain perlu didorong untuk maju mengambil peranan aktif dalam organisasi dan aliansi multisektoral sebagai bagian yang paling berpengaruh dan penting dari lapisan intelegensia borjuis kecil.

Berbarengan dengan kerja pendidikan dan propaganda di kampus, pabrik atau desa, harus juga dilancarkan baik perjuangan dan kampanye tingkat lokal dan teritorial (wilayah) dan dilancarkan aksi-aksi yang bertujuan memperkenalkan dan mengangkat isu-isu lokal dan teritorial.

Adalah keharusan bagi organisasi kita untuk membangun basis jika kita hendak memobilisasi ribuan massa mahasiswa untuk kampanye kita.

Bangkitkan, Mobilisasikan dan Organisir massa mahasiswa

Organisasi kita bertanggungjawab memimpin gerakan massa terbuka mahasiswa dan pemuda dalam konteks revolusi demokratik. Program-program organisasi mengakui peranan menentukan sebagai bagian penting dari lapisan intelegensia borjuis kecil. Program-program kita lebih jauh mensyaratkan mahasiswa untuk memperjuangkan tuntutan-tuntutan sektoral mereka maupun issu nasional dan mengorganisir serta membangun front selebar mungkin dalam sektor mahasiswa secara khusus dan dikalangan borjuis kecil pada umumnya.

Perwujudan dan realisasi tugas-tugas ini sebagian besar tergantung atas dilancarkannya gerakan massa terbuka mahasiswa. Gerakan massa terbuka mahasiswa adalah aksi bersama mahasiswa yang terorganisir, terencana, dan berkelanjutan (well organized, well planned, and sustained) dengan tujuan memberikan dampak perubahan dalam tubuh sektor, sistem pendidikan dan masyarakat secara keseluruhan. Wataknya yang terbuka perlu menyentuh massa mahasiswa selebar mungkin. Dipihak lain, jumlah populasi sektor ini saja dan keberadaannya yang terpusat di kampus-kampus, menjadikannya kekuatan massa yang potensial untuk memajukan perjuangan demi perubahan mendasar dalam tubuh sistem pendidikan dan membantu membentuk pendapat umum yang sejalan dengan amanat revolusioner. Gerakan massa terbuka mahasiswa berjuang untuk hak-hak dan kepentingan-kepentingan demokratis secara khusus dan berjuang untuk aspirasi demokratis mahasiswa dan rakyat pada umumnya.

Untuk melancarkan, meneruskan dan mengintensifkan organisasi, kita harus secara jelas memahami saling hubungan antara kerja dan perlengkapan-perlengkapan, gaya kepemimpinan dan cara-cara mengorganisir.

Lancarkan kerja Propaganda dan Pendidkan

Untuk membangkitakan kesadaran dan menggerakan sektor melancarkan aksi, kita melakukan kerja propaganda – pendidikan.

Kerja propaganda dan pendidikan kita memberikan kesadaran dan perhatian terhadap isu-isu sektor yang mereka hadapi dengan pandangan memberikan kepada mereka analisis yang komprehensif dan kontekstual, yang berkaitan dan berakar pada persoalan mendasar masyarakat kita. Dengan demikian, menggerakan mereka melancarkan aksi yang sejalan dengan persoalan yang menimpa mereka.

Secara umum, kegiatan propaganda dapat dibedakan dari kegiatan pendidikan dalam hal tujuan, isi yang diberikan dan cara melakukannya.

Propaganda dijalankan untuk mengangkat dan mempopulerkan suatu isu atau menggerakan peserta/pendengarnya guna mengambil bentuk khusus aksi politik. Maka, sifatnya eksplisit, terus terang dalam hal membeberkan isu secara emosional dan agitatif untuk mengharuskan perlunya aksi politik. Kerja pendidikan, di pihak lain, dikerjakan untuk memperdalam tingkat pemahaman para peserta terhadap isu tertentu guna meningkatkan kesadaran dan komitmen sosial mereka. Pendidikan dijalankan secara sistematik dan berkelanjutan , informatif dan mensolidkan.

Oleh karena sifat dan tujuan pokonya, kerja propaganda dijalankan dengan cara menyapu (sweeping) misalnya hanya sejauh massa atau pendengar memperhatikan. Sedangkan kerja pendidikan oleh karena sifatnya yang komprehensif membutuhkan waktu lebih lama dalam kegiatannya dan akan lebih efektif dengan jumlah peserta yang lebih sedikit.

Kerja propaganda-pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Kita coba menggolongkannya sebagai berikut :

Bahan-bahan propaganda-pendidikan tertulis seperti : statemen, press release, pedoman belajar, referensi-referensi dan semacamnya.
Aktivitas-aktivitas propaganda-pendidikan oral, lisan seperti : seminar, simposium, ceramah, wawancara, workshop dan semacamnya
Bahan-bahan dan aktivitas-aktivitas propaganda audio visual seperti : teater, drama kebudayaan, pertunjukan film dan video, produksi slide, poster dan sebagainya.

Berdasarkan pengalaman, bentuk-bentuk kerja propaganda-pendidikan tertentu cocok untuk lapisan-lapisan berbeda suatu sektor. Sebagai contoh bentuk audio-visual seperti teater rakyat atau lagu-lagu rakyat sangat mudah diserap danm efektif untuk sektor umum. Dalam bentuk propaganda-pendidikan tertulis, penggunaan bahasa Indonesia, bahasa daerah atau mungkin bahasa Inggris, gaya tulisan, pemilihan bentuk cetakan (leaflet, buku saku atau selebaran misalnya) harus diperhitungkan masak-masak tergantung pada lapisan khusus yang ditargetkan. Dalam bentuk propaganda-pendidikan lisan, misalnya seminar atau diskusi panel, pemilihan pembicara, penyanggah dan pembawa acara harus memperhatikan peserta/pendengar untuk mewujudkan target lebih efektif.

Sasaran tempat bagi kerja propaganda-pendidikan kita adalah ruangan kelas, kampus secara umum, organisasi-organisasi mahasiswa, kampung asrama mahasiswa dan masih banyak lagi. Bentuk dan sasaran tempat untuk kegiatan propaganda-pendidikan adalah banyak, sebanyak tenga dan kreativitas yang dimilki dan diditemukan oleh massa mahasiswa.

Kunci pokok bagi kesuksesan kerja propaganda-pendidikan kita terletak pada kemampuan dan kesanggupan organiser kita mengetahui tingkat kesadaran massa secara obyektif. Kecakapan bertolak dari tingkat itu dan dari sana membangkitkannya menuju garis demokrasi. Walaupun begitu seseorang pasti menemukan derajat kesadaran sosial yang berlainan diantara orang-orang di suatu wilayah atau area kerja. Maka khususnya penting agar kerja pendidikan-propaganda dirancang ada berbagai tingkat-tingkat agar dapat menyentuh jumlah orang sebanyak dan seluas mungkin.

Jadi, kerja pendidikan-propaganda dapat digolongkan menurut isu atau topik yang dibawakan dan tingkat kesadaran peserta/pendengar yang ditargetkan, misalnya, isu-isu tentang hak-hak ekonomis dan demokratis, isu hak asazi, dan isu-isu demokrasi yang komprehensif .

Yang harus jelas bagi organiser kita bahwa kekhususan peserta/pendengar yang ditargetkan menentukan tingkat dan bentuk pendidikan-propaganda yang harus digunakan. Memang sudah terang bahwa setiap aktifis harus menggalakan kerja pendidikan-propaganda pada berbagai tingkat atau level menuju arah demokrasi. Ini berarti bahwa, analisis atas isu-isu sektoral atau multisektoral khusus harus dilihat dalam konteks merapuhnya struktur pendidikan dan kebudayaan yang diakibatkan oleh krisis masyarakat setengah jajahan dan kapitalis---masyarakat yang menghambakan pendidikan Indonesia tunduk pada kebusukan sistem kapitalis.

Lebih jauh lagi kerja pendidikan-propaganda haruslah membawa massa pada kenyataan tatanan neo kolonial dan fasis dan harus mengajaknya pada pilihan revolusi demokratik. Singkatnya secara ilmiah kita mesti mengkaitkan solusi akhir isu-isu sektoral dan subsektoral kepada perjuangan politik.

Untuk membantu kerja keras kita menjalankan pendidikan-propaganda, kita dapat memanfaatkan dan menggunakan program-program dan lembaga-lembaga legal yang kaya akan ahli, jaringan juga dana dan data.

Satukan massa mahasiswa dalam organisasi kita

Tujuan yang lebih konkret dari kerja pendidikan-propaganda kita adalah membumikan tingkat kesadaran sosial massa yang makin tinggi menjadi keputusan untuk melakukan aksi dan berorganisasi. Adalah penting untuk menekankan adanya hubungan saling melengkapi antara kerja propaganda massal dengan menyodorkan bentuk-bentuk organisasi tertentu yang menjamin kehendak anggota-anggota kita dapat menyatakan kesadran dan keterlibatan dengan lebih memasyarakat.

Untuk memudahkan kerja, kita menarik garis pemisah antara organisasi massa kita dengan aliansi berdasarkan orientasi, sasaran yang ditargetkan, arah dan tujuan pokonya, dan bentuk bentuk aktivitas masing-masing.

Sebuah aliansi yang lebar merupakan suatu himpunan dari berbagai organisasi mahasiswa dan perorangan dalam suatu wilayah tertentu.

Pada masa awal kerja keras mengorganisir, aliansi dibangun terutama lebih menangani issu sektoral dan hak-hak ekonomis dan demokratis secara jitu memperhitungkan wataknya yang longgar, sekalipun demikian pada saat sekarang ia bisa juga dapat digunakan sebagai media untuk mempopulerkan soal hak asazi manusia.

Aliansi yang tulen dan efektif merupakan kunci pokok untuk melancarkan perjuangan massa yang berskala luas danm memberikan dampak politik besar.

Di pihak lain, kita mendirikan organisasi-organisasi massa untuk lebih efektif mengorganisir dan mensolidkan massa mahasiswa yang jumlahnya cukup besar, dan anggota-anggota sektor pendidikan lainnya.

Berikutnya, kita memberikan perhatian khusus untuk membentuk organisasi politik sebagai tipe organisasi massa dimana kontak-kontak mahasiswa yang lebih politis diorgnaisir, dimobilisr dan disolidkan untuk melancarkan aksi-aksi mengenai isu-isu yang lebih umum seperti Dwi Fungsi ABRI, Pemerintahan Koalisi Demokratik, Imperialisme, ketimpangan dan kemerosotan ekonomi dan ham dan seterusnya. Melalui organisasi kita sanggup memberikan media bagi keterlibatan mahasiswa yang lebih militan berkaitan dengan isu-isu sektoral sampai ke isu –isu rakyat secara umum, kemudian opl akan menjadi kendaraan kita guna menyiarkan analisa dan garis demokrasi kepada massa mahasiswa dan rakyat .

Lancarkan kampanye massa dan perjuangan massa

Kita memasukan kontak-kontak kita ke dalam berbagai organisasi legal kita sehingga mampu melibatkan mereka pada berbagai level dan cara perjuangan politik . diantaranya adalah kampanye massa dan perjuangan massa.

Kampanye massa dan perjuangan massa merupakan aksi politik yang terencana, terorganisir baik, dan terkonsolidasi untuk mempopulerkan isu-isu strategis seperti : Pencabutan Dwi Fungsi ABRI, Pemerintahan Transisi dan imperilaisme. Kampanye massa biasanya diadakan secara berkala, seperti dalam kampanye HAM yang biasanya dilakukan setiap tahun dan memuncak pada bulan Desember. Perjuangan massa, dipihak lain adalah aksi politik yang dilancarkan untuk mewujudkan dan dipenuhinya tuntutan-tuntutan tertentu. Seperti juga kampanye massa juga mutlak merupakan aksi politik yang well organized, well-planned, dan well coordinated. Perjuangan massa juga harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan. Jenis perjuangan massa yang paling umum kita kenal adalah aksi-aksi yang secara tetap kita lancarkan sampai hari ini, seperti aksi solidaritas dan pembelaan perjuangan kaum tani atas tanah yang dirampas, penurunan tarif listrik, hak-hak mahasiswa berorganisasi, fasilitas belajar yang sesuai, penuruna SPP dan seterusnya.

Penting untuk dicatat bahwa perjuangan massa dapat dilancarkan dalam suatu kampanye massa, contohnya, perjuangan para mahasiswa atau dewan mahasiswa, kebebasan mimbar akademik, otonomi kampus dari campur tangan kelas penguasa, perbaikan fasiltas belajar (perpustakaan yang lengkap, ruang kelas yang memadai) penurunan uang SPP, umpamanya dapat dilakukan dalam konteks kampanye massa untuk sistem pendidikan yang pro-rakyat, ilmiah, dan demokratis.

Baik kampanye massa maupun perjuangan massa biasanya mencakup dilancarkannya aksi massa. Aksi-aksi massa adalah kegiatan politik khusus yang dijalankan untuk mendramatisir isu atau tuntutan guna memenangkan simpati dan dukungan khalayak ramai. Ini dapat berwujud dalam berbagai bentuk, tergantung kreativitas, tenaga dan kegairahan kita.

Kita melanvarkan kampanye massa dan perjuangan massa untuk membeberkan penyakit masyarakat dan memperlihatkan kebenaran dan efektifitas aksi bersama yang militan. Dalam hal perjuangan massa kita juga melakukan hal yang sama untuk memperjuangkan dan menjebolkan tuntutan-tuntutan adil dan absah kita. Dalam kedua proses tersebut, kita sanggup memenangkan simpati dan dukungan warga negara yang semakin bangun berdiri dan berpihak kepada revolusi demokratik. Partisipasi dalam kampanye massa dan perjuangan massa massa menempa pengalaman dan menggembleng massa mahasiswa untuk perjuangan yang lebih gigih dan lebih besar lagi di hari esok. Kampanye massa dan perjuangan massa juga memperkuat dan mengintensifkan kerja keras kita untuk mengguncang dan pada akhirnya menjungkir balikan rejim yang sedang sekarat ini.

Perjuangan politik yang dilancarkan sektor pemuda dan mahasiswa bersama-sama sektor lain dalam masyarakat indonesia—buruh- tani---kaum miskin kota, nelayan, pedagang, perempuan intelektual dosen-dosen, guru , kaum profesional dan juga suku anak dalam memang masih kecil dan lemah. Namun demikian sepanjang kita berjuang pada amanat revolusi demokratik dan konsisten dengan prinsip garis massa, oleh massa dan demi kemenangan massa, maka kerja keras kita, cucuran keringat dan darah kita, akan menjelma menjadi mahkota kemenangan revolusi rakyat.

Kampnaye massa dan perjuangan massa akan berdampak dua gerakan yang sejajar : yang satu berhadapan dan memperjuangkan isu-isu ekonomi tetapi selalu terkait dengan level politik, yang lain berjalan berhadapan secara langsung dengan soal-soal politik. Pada titik kunci kampanye-kampanye kita, dan dalam koordinasi dengan menghasilkan sektor-sektor lain, dua gerakan yang bersatu akan menghasilkan derajat kelumpuhanyang meningkat.

Berikut ini merupakan langkah-langkah yang perlu dalam melancarkan kampanye massa dan perjuangan massa :

1.Investigasi dan analisa yang menyeluruh atas isu-isu dan tuntutan-tuntutan, satukan massa mahaiswa pada analisis ini, dan tetapkan bentuk perjuangan yang tepat.
Tahap atau langkah ini mencakup penetapan target minimum dan maximum dalam realisasi tuntutan-tuntutan dan dalam mempopulerkan isu-isu tersebut. Tentu saja merupakan keharusan untuk mengkaitkan atau menempatkannya dalam analisa umum demokrasi sejati. Yang penting harus diperhitungkan juga adalah penentuan kekuatan kita berhadapan dengan kekuatan musuh.

2.Tetapkan rencana-rencana aksi, anggaran dan jadwal.
Langkah ini sangat penting dan menentukan dalam menjabarkan rencana aksi secara pasti, dalam arti bentuk dan tingkat mobilisasi dan propaganda, penentuan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan, tetapkan dan jalankan jadwal kerja (mulai mendirikan panggung sampai puncak kampanye atau perjuangan hingga penutupan atau perhentiannya) begitu juga harus ditentukan tempat, pembagian tugas, cara keterlibatan mahasiswa secara umum dan perorangan tertentu secara khusus.

3.Adakan assesment terhadap kampanye massa dan perjuangan massa untuk menarik pelajaran dari sana guna aksi di lain hari. Assesment sangat menentukan untuk membuat rencana ke depan. Secara khusus sangat penting mencatat faktor-faktor yang menyumbang keberhasilan aktivitas-aktivitas politik yang digunakan dalam kampanye atau perjuangan tersebut. Kesalahan dan kekeliruan harus pula di catat. Assesment juga memasukan orang-orang potensial untuk direkrut ke dalam organisa~i kita.

4. Gambarkan kemenangan‑kemenangan dalam perduangan !
Langkah ini utamanya cocok bagi perjuangan massa. Tidak ada pengganti untuk menang. Bahkan bila saja perjuangan tidak seluruhnya berhasil, tetap perlu diproyeksikan, digambarkan hasil‑hasil positif, meskipun sangat minimal, agar massa mahasiswa kita dapat membawa pulang kesadaran bahwa kita memiliki kekuatan yang melekat dalam berorganisasi dan dalam melakukan aksi bersama. Jadi bisa melibatkan mereka dalam perjuangan yang lebih besar di hari depan.

5. Konkretkan keberhasilan menjadi hasil‑hasil organisasional!

Oleh karena massa mahasiswa telah digembleng oleh pengalaman mereka dalam kampanye dan perjuangan, maka kita harus bisa menghitung pengalaman ini untuk memperluas, mengembangkan dan mengkonsolidasikan organisasi kita. Berupa perekrutan.

Berdasarkan pengalaman perjuangan massa tabun‑tahun lalu, kita mengetabui dan menyadari perlunya langkah—langkah berikut ini :

1. Rancang perjuangan menuju penambahan kekuatan.
Suatu perjuangan massa selalu harus merupakan peristiwa yang dramatik. Karena itu prinsip dasar dramatik dalam rangka penambahan kekuatan harus diterapkan dalam melancarkan perjuangan massa. Pastikan bahwa ada persiapan‑persiapan yang sudah dibuat sebagai dasar‑dasar tuntutan. Ini berarti dijalankannya kerja propaganda/pendidikan berkaitan dengan tuntutan‑tuntutan tersebut.

2 Ketahui bilamana mundur dalam posisi menang !
Pada saat aksi massa berlangsung keras dan kasar, karena harus berhadapan dengan bayonet, pentungan, gas air mata dan juga peluru maka kita perlu mengambil langkah mundur kalau memang kekuatan kita tidak memungkinkan. Dengan segala cara dan perhitungan yang mungkin, ketimbang tuntutan kita lepas dan hancur tota1 atau para mahasiswa menjadi Kapok dan demoralisasi dan organisasi menjadi keropos total.
Dalam kasus ini, maka prinsip yang harus diingat dan digunakan adalah “mundur satu langkah dan maju dua langka kedepan”. Akan tetapi hal yang penting dan menentukan adalah mengetahui kapan dan bilamana prinsip ini harus diterapkan suatu assesment yang obyektif atas situasi diperlukan apakah kita dapat terus berjalan ataukah kita betul-betul menghadapi jalan buntu.

3. Adakan assesment sehari-hari terhadap seluruh jalannya perjuangan massa!
Supaya kita selalu berada pada puncak situasi dan kita bisa menentukan setiap langkah kita, maka kita melakukan asessmen sehari‑hari atas seluruh jalannya perjuangan massa.

B. MENSOLIDKAN ORGANISASI KITA !

Sekali kita bekerja memperluas sel dan cabang organisasi kita menjadi sel dan cabang yang lebih besar, maka harus juga disolidkan semua anggota dan kekuatan persatuan organisasional dan politis kita. karena itu, hanya melalui kerja saling menguatkan antara ekspansi dan konsolidasi kita dapat mewujudkan langkah maju dan menentukan untuk perjuangan demokrasi sejati.

Bagaimana, kita mengerjakan ini?

Kita mengerjakan hal ini dengan setahap demi setahap memperkenalkan dan memimpin anggota‑anggota kita pada keyakinan mengikuti dan mematuhi praktek kepemimpinan bersama. Kita mempraktekkan kepemimpinan bersama, pertama sekali dan paling penting, dengan menjalankan perencanaan bersama atas kerja pendidikan, politik dan organisasional kelompok. Konsolidasi di sini dilakukan dalam konteks teori dan praktek revolusioner.

Dengan kerja pendidikan, kita mengidentifikasi bahan‑bahan yang menurut anggota harus dipelajari untuk mengasah pemahaman mereka terhadap isu‑isu yang sedang dihadapi, menempa pengetahuan teoritis mereka, mempertajam skill menjalankan taktik dan kecerdasan politik mereka atau membimbingaya dalam kerja mengorganisir. Jadwal‑jadwal disusun berdasarkan prioritas. Studi-studi ini dilakukan dengan cara "live‑in", berkumpul bersama selama satu minggu atau minimal beberapa hari, atau secara bergiliran : dan sebelum atau sesudah rapat-rapat.

Kerja politik kita dalam sel atau cabang pada pokonya meliputi pengadaan kegiatan‑kegiatan propaganda, pendidikan, menggerakan sektor untuk kampanye massa dan perjuangan massa, mengorganisir kawan‑kawan mahasiswa lain dalam organisasi dan aliansi kita dan merekrut lebih banyak lagi ke organisasi kita. Jadi perencanaan kerja politik kita utamanya mencakup jawaban atas pertanyaan‑pertanyaan‑ berikut ini :
a. Di mana kita berada sekarang ini ? Bagaimanakah situasi ditempat ini? sejauh mana kita te1ah menuntaskan kerja kita ?
b. Apakah target kita? apakah issu yang kita hadapi dan bisa kita maksimalkan? Jenis kegiatan apakah yang yang kita adakan?
c. Bagaimanakah dengan aktivitas‑aktivitas persiapannya? Siapakah yang, bertanggung Jawab atas tugas­ tugas ini?
d. Kapan kita akan melancarkan kampanye massa dan perjuangan massa? Bagaimana kita mengatasi kekurangan dan rintangan.

Hanya dengan, mengurai pertanyaan‑pertanyaan dasar ini kita dapat menjamin bahwa kita sampai pada rencana komprehensif yang dalam berakar pada kondisi yang ada dan satu! bila diimplementasikan akan mendorong kerja kita beberapa langkah ke depan.

Disamping itu kita adakan, sesion asessmen dan kritik‑diri secara tetap dan teratur untuk memastikan mulusnya jalan kerja kita identifikasi kecenderungan positif dan negatif agar kita bisa bertindak atas ini, garis besarkan status atau keadan kita agar kita dapat menyusun rencana berikutnya; dan juga keseimbangan organisasional. Baik asessmen dan kritik-diri merupakan peralatan penting dalam kerja kita untuk mengatasi munculnya perbedaan yang problematis dan menghambat.

Dua soal organisasional yang sama pentingnya adalah soal keamanan dan keuangan. Bagian dari perencanaan harus meliputi asessmen kebijakan keamanan yang akan menjamin keamanan anggota dan organisasi keselurahan. Soal keuangan seperti pengumpulan iuran atau sumbangan dan juga anggaran kebutuhan sel/cabang harus dibahas pula.

Sekali kita merancang program aksi kita bersama‑sama, kita berlanjut pada pelaksanaan secara bersama atas dua prioritas tugas kita : ekspansi dan konsolidasi. Sepanjang kerja ini, kita adakan pengecekan dan monitoring terhadap kemajuan kerja kita dan terus mengamati keadaan/kesehatan pribadi dan politik kawan‑kawan kita.

Akhirnya, tetapIah ingat bahwa selalu ada kegembiraan dalam mengorgansir massa mahasiswa untak perjuangan demokrasi sejati! Pada waktu kita berorganisasi kita mengetahui dan sadar terdapat jutaan jiwa‑jiwa pemberani dan tangguh yang sama‑sama bekerja seperti kita demi tugas mulia dan perjuangan hidup‑mati di seluruh tanah air Indonesia !
PEDOMAN MENGORGANISIR UNTUK MAHASISWA :
Bukan Saatnya Bersandar Pada Momentum


Proses kejatuhan Soeharto adalah saat-saat revolusioner dalam sejarah gerakan mahasiswa Indonesia. Aksi-aksi mahasiwa dibeberapa tempat sampai bisa menguasai Instansi-instansi pemerintah. Hampir di semua kota yang terdapat universitas seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Yogya, Surabaya, Makassar dll. Bahkan sejak tanggal 19-21 Mei, ribuan mahasiswa di Jakarta sudah menguasai Gedung DPR/MPR. Dalam kurun waktu ini juga bermunculan beratus-ratus komite mahasiswa yang tersebar di berbagai kota. Komite-komite ini mampu menggerakan ribuan mahasiswa untuk terlibat dalam aksi-aksi menuntut perubahan.

Namun setelah berhasil “melengserkan” Soeharto, secara kualitas dan kuantitas gerakan mahasiswa menurun, Gerakan kembali bangkit mendekati Sidang Istimewa MPR, pertengahan Nopember. Pada tanggal 13-14 Nopember 1998 aksi-aksi besar-besaran terjadi di Jakarta, sekitar satu juta mahasiswa dan rakyat berkumpul didepan kampus Universitas Admajaya, Jakarta, yang akan melakukan relly ke gedung DPR/MPR kembali. Sampai kemudian meletuslah insiden Semanggi.

Kemudian sejak Nopember 1998 sampai Juli 1999 praktis gerakan mahasiswa mati. Bahkan momentum pemilu dilewatkan dengan “manis” oleh gerakan mahasiswa. Memasuki akhir Juli, tepatnya ketika peringatan 27 Juli gerakan mahasiswa mulai bangkit kembali. Di kota-kota seperti Jakarta, Surabaya, Solo, Yogyakarta, Bandung, Tasik, Purwokerto melakukan aksi, dan di beberapa daerah bisa membangun front yang luas. Aksi besar kemabli muncul ketika peringatan 17 Agustus, aksi-aksi kembali terjadi diberbagai kota.

Pasang surut gerakan mahasiswa, yang termanifestasi dalam aksi-aksi yang dilakukan terlihat sekali bahwa hampir setiap organasisasi perlawanan mahasiswa di berbagai kota, selama ini sangat bergantung pada momentum yang ada. Setiap ada momentum biasanya gerakan akan membesar, namun ketika tidak ada momentum maka gerakan akan kembali mengecil. Momentum memang sangat membantu dalam memobilisir perlawanan mahasiswa. Namun ketergantungan terhadap momentum yang ada hanya akan membuat gerakan menjadi statis dan mandeg. Hal ini tentu akan menghambat tercapainya perjuangan dalam gerakan mahasiswa.

Kemandegan ini disebabkan adalah kesalahan cara pandang gerakan dalam menempatkan prioritas kerja organisasi. Roda gerak sebuah organisasi haruslah meletakkan prioritas utamanya pada pembangunan basis, Seluruh aktifitas baik aktifitas sekretariat dan aktifitas panggung lainnya (diskusi besar/kecil dan bahkan aksi-aksi massa yang dilakukan) harus juga dimaknai sebagai pembangunan basis. Apabila pembangunan basis tidak dilakukan maka organisasi mudah sekali menjadi elitis, jauh dari massa dan jelas akan mudah mengalami kemandekan. Pembangunan basis adalah perwujudan konkret dari kepemimpinan dalam suatu wilayah kampus.

Suatu wilayah basis berdiri pada saat kehadiran kita di suatu kampus memegang peranan yang menentukan dalam menetapkan arah dan tujuan kedepan. Konkretnya bahwa organisasi-organisasi atau aliansi-aliansi berupa komite, solidaritas ataupun kelompok studi yang kita dirikan maupun organisasi-organisasi formal kampus seperti Senat, BEM, Pers Mahasiswa, UKM ada di bawah kepemimpinan langsung kita. Kepemimpinan langsung dijamin melalui kelompok inti kita yang memegang dan memiliki posisi berpengaruh dalam tubuh organisasi-organisasi yang ada.

Proses mengorganisir sesungguhnya membuat orang/kelompok yang kita organisir dapat memahami keadaan diri mereka sendiri. Memahami bahwa mereka memilki hak dan kekuatan untuk menentukan massa depan mereka, melalui keterlibatan dan keikutsertaan mereka secara aktif dalam berorganisasi. Karena hanya melalui proses berorganisasilah seseorang bisa mencapai persatuan dan menyatakan pengaruhnya kepada lingkungan sosial mereka

Langkah-Langkah dalam Mengorganisir
1. Investigasi Sosial
Sebelum melakukan investigasi sosial terhadap satu kampus, kita harus terlebih dulu menentukan prioritas kampus dalam satu wilayah berdasarkan geo-politik untuk di organisir. Dalam jumlah tenga yang masih sedikit tentu tidak semua kampus akan kita garap, terutama pada kota-kota yang memiliki banyak universitas.

Setelah menentukan prioritas kampus maka langkah kita selanjutnya untuk membangun basis dalam satu kampus adalah mnelakukan investigasi terhadap kondisi ekonomi-politik kampus:

Ciri Umum Mahasiswa
Informasi paling penting yang harus betul-betul dipahami oleh para organiser adalah asal-usul kelas dan latar belakang ekonomi para mahasiswa. Analisis demikian kurang lebih bakal memungkinkan kita para organiser, memeriksa secara umum kepentingan-kepentingan dan sikap-sikap sosial mereka. Misalnya para mahasiswa yang berasal dari kelas “atas” pada umumnya lebih sulit untuk menyerap issu-issu sosial dibanding mereka yang bersal dari kalangan klas menengah dan klas bawah yang secara mudah bisa dan biasa merasakan kesulitan ekonomi.
Analisis berikutnya, yang harus diselidiki oleh para organiser adalah tingkat “melek-politik” para mahasiswa. Tingkat kesadaran politik dari mereka yang berada biasanya lebih rendah atau kurang, terlibat dalam persoalan-persoalan sosial yang tidak secara langsung mereka merasakannya dan tidak secara langsung menerima dampaknya. Di pihak lain, mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin pada umumnya lebih gampang menyerap persoalan-persoalan rakyat yang menderi8ta.
Sekalipun demikian, hal ini tentu saja tidak berarti harus kaku, bahwa mahasiswa-mahasiswa kaya tidak akan pernah terlibat dalam aksi-aksi politik, atau sebaliknya, mahasiswa-mahasiswa miskin dapat juga bersikap apatis atau bahkan memusuhi aksi-aksi politik.
Kemudian para organiser juga harus sadar dan awas terhadap bermacam-macam organisasi yang sudah ada. Keanggotaannya, pengaruhnya, fungsinya dan orientasiny. Hal ini akan memberikan jalan bagi organiser bagaimana kita akan berhubungan dan bergaul dengan mereka. Hal ini penting karena hanya dengan mengetahui kekuatan organisasi tersebut kita akan dapat menentukan garis politik kita terhadap mereka
Pejabat-Pejabat Universitas dan Fakultas
Soal lain yang penting yang harus dipertimbangkan oleh para organiser adalah pejabat Universitas atau Fakultas. Seorang organiser harus bisa menilainya dalam kerangka mencapai tujuan, keinginan dan orientasi yang dicita-citakan oleh organisasi kita.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah menemukan diantara mereka (para pejabat tersebut), tokoh-tokoh kunci yang paling berpengaruh dalam pengambilan keputusan universitas atau Fakultas. Status ekonominya harus didapatkan sehingga kita akan memperoleh ide dan penilaian mengenai pandangan maupun sikap politik mereka.
Persepsi dan analisis kita terhadap para pejabat akan kita masukan kedalam klasifikasi yang sudah kita buat sesuai dengan tujuan dan orientasi organisasi kita, yakni : (a) terbuka, (b) Represif atau menindas (c) Simpati, (d) Terang-terangan mendukung. Apabila mungkin kita perlu juga harus mengamati pengalaman-pengalaman organisasi lain yang berhadapan dengan para pejabat ini.

Mengenai Issu
Pemahaman yang tajam dan jelas terhadap persoalan-persoalan yang dewasa ini dihadapi oleh kalangan mahasiswa merupakan faktor kunci untuk keberhasilan mengorganisir. Dalam konteks kampus atau Universitas, persoalan-persoalan yang ada dapat digolongkan kedalam dua bentuk pokok, yaitu issu lokal dan issu nasional. Issu lokal adalah issu-issu yang berdampak langsung pada mahasiswa. Contohnya, kenaikan uang kuliah, fasilitas kuliah yang bobrok dan lain sebagainya. Sedangkan issu nasional adalah issu-issu jangka panjang dan belum menjadi perhatian yang mendesak bagi para mahasiswa.
Walaupun demikian, tidak ada pemisahan yang tegas antara dua jenis issu tersebut. Tambahan lagi, tidaklah mutlak issu-issu lokal atau kampus memperoleh perhatian penuh dari kalangan mahasiswa. Tergantung pada kondisi, issu-issu nasional bisa dipilih sebagai persoalan yang dipropagandakan.
Hal yang amat pokok dan penting bagi organiser adalah menemukan atau menunjukan issu-issu yang memang secara signifikan penting buat mahasiswa. Secara akurat tepat harus dirumuskan apa yang menjadi “issu hari ini” dan yang kemudian akan menjadi jalan dalam usaha mengorganisir. Dengan mengetahui dan menguasai jalan keluar persoalan tersebut (issu-issu tersebut), maka seorang organiser akan mudah memenangkan simpati dan dukungan dari mahasiswa-mahasiswa yang antusias

2. Mencari Kontak (Building Contact)
Langkah berikutnya adalah membangun kontak dengan orang-orang yang terpercaya dan bertanggungjawab yang akan membantu kita dalam proses rekruitmen. Orang-orang yang paling bisa didekati adalah teman-teman sendiri atau teman-teman satu kelas, satu angkatan atau satu jurusan. Kontak-kontak lain yang mungkin dan berharap adalah perorangan-perorangan yang secara akademis intelektual terkenal. Mereka ini orang-orang yang mempunyai kredibilitas dan mudah mempengaruhi orang lain. Orang-orang semacam ini biasanya menduduki posisi strategis dalak unit-unit kegiatan mahasiswa, seperi pers mahasiswa, senat, teater dll. Keterlibatan orang-orang semacam ini dapat memberikan kemudahan dalam mendapatkan kontak-kontak baru.

Para Pengurus dan anggota yang berpengaruh dalam organisasi yang sudah ada juga merupakan kontak yang baik. Posisi mereka akan memungkinkannya dapat menyentuh massa mahasiswa dalam skala lebih luas.

Setelah memilih beberapa kontak yang mungkin, haruslah ada serangkaian konsultasi dengan mereka. Konsultasi ini membahas kebutuhan membentuk organisasi, memperjelas pertanyaan-pertanyaan mereka dan tingkat janji serta tanggung jawab (komitmen) mereka dalam tugas organisasi. Lebih jauh para organiser harus terus melakukan evaluasi terhadap kontak-kontaknya, antara lain mencatat sikap-sikap, kepentingan-kepentingan dan juga persoalan-persoalan mereka.

Setelah memperoleh persetujuan mereka, kita harus membagi rencana-rencana kita secara rinci. Kita harus mendengarkan saran-saran dan komentar-komentar serta harus mendiskusikan bersama mereka apa yang akan menjadi gaya kita dalam tata cara rekruitmen yang efektif.
Pembangunan Wadah

a. Dimulai dengan Kelompok Diskusi
Kelompok Diskusi (KD) merupakan wadah bagi mahasiswa untuk secara rutin dan sistematis mengenal dan mempelajari teori-teori maju, situasi nasional, sejarah, organisasi dan banyak lagi. Organisasi juga akan dapat melihat dan memilih mahasiswa yang maju, kemudian melakukan rekruitmen anggota. Dalam situasi yang memungkinkan propaganda dilakukan lebih leluasa, sekaligus masih kuatnya kesadaran perlawanan (sisa beruntunnya momentum lalu), akan mempermudah pembentukkan sebuah KD. Semua kampus menjadi target terbentuknya KD, hingga ke fakultas dst. Tidak lagi ada penghalang bagi terbentuknya KD dan aktifitas diskusi apapun. Kepemimpinan kita atas KD-KD itulah yang menjamin bahwa semuanya tidak akan sekedar menjadi kelompok elitis dan sekedar tukang bicara. Sehingga sekaranglah saatnya setiap organisasi mahasiswa menerjunkan organisernya demi mendirikan KD.

Pengorganisiran dengan membentuk KD, dengan prespektif penguasaan kampus ini bisa dibagi dalam dua (2) macam KD, yaitu KD Universitas dan KD Fakultas. Keduanya jangan dipahami hanya sebatas pembedaan teritori.
1. KD Universitas (KDU) mempunyai fungsi:
- Melakukan pengorganisiran terbuka di tingkat universitas
- Mobilisasi mahasiswa satu kampus untuk terlibat diskusi. Sehingga setiap diskusinya harus dioranisir dengan pengumuman dan undangan semaksimal seluruh mahasiswa tahu dan tertarik.
- Menjadi alat guna membuka kontak di fakultas yang belum ada kelompok diskusi fakultas (KDF)
- Bukan sebagai embrio organisasi tingkat kampus, tapi lebih sebagai jalan bagi pelibatan sebanyak mungkin mahasiswa untuk berkumpul dan berdiskusi. Terutama mahasiswa yang belum terwadahi dalam KDF.
- Melakukan seruan-seruan bagi setiap mahasiswa untuk mendirikan KDF di fakultasnya masing-masing.
- Menjadi alat bagi kawan yang ditempatkan di KDU untuk mencari mahasiswa maju demi rekruitmen organisasi. Dan bersama organiser kita, kawan maju baru ini akan terlibat dalam mendirikan KDF.
- Berperan penting untuk menjaga aktifitas ditingkat universitas. Terutama ketika KDF belum terbentuk atau belum kuat (sebagai wadah mahasiswa fakultas)

2. KD fakultas (KDF) mempunyai fungsi:
- Menjadi embrio bagi komisariat fakultas organ universitas kita
- Mematangkan mahasiswa fakultas yang telah berhasil termobilisasi dalam KDU dengan diskusi dan aktifitas politik lainnya.
- Mengkoordinasi secara serius kawan baru yang maju untuk kemudian diprespektifkan sebagai pengurus kom-fak. Dengan membentuk kelompok kawan maju, dan kemudian secara bersama merencanakan pendinamisan diskusi dan politisasi mahasiswa fakultas yang belum maju. Secara kontinyu demikianlah KDF berjalan.
- Mensetting penguasaan fakultas dari mulai struktur lembaga mahasiswa yang ada sekarang (senat, eksekutif, persma) hingga memenangkan propaganda di fakultas (mis.: selebaran tempal yang rutin). Sehingga pada keseluruhan mahasiswa harus diambil kepemimpinan (jurusan, angkatan, kelompok olah raga/seni/agama).


Aktifitas KD tentunya membutuhkan pemahaman masing-masing organiser atas apa yang harus dilakukan dan didiskusikan, tentang bagaimana kepemimpinan bisa diwujudkan difakulktas. Tentang metode pengorganisiran, banyak bacaan yang bisa kita pelajari dan diskusikan antar organiser (jika perlu pendidikan khusus demi: Penguasaan Kampus). Tentang persiapanan materi diskusi, harus dipahami sebagai kerja yang penting. Sehingga dibutuhkan suatu silabus materi diskusi, yang menjamin sistematisasi dan pemajuan KD (terutama KDF). Setidaknya sebuah silabus materi diskusi, menyodorkan beberapa tema dan acuan materi, yang akan disampaikan organiser (fraksi kita) sebagai usulan pada KD-nya. Sekaligus memuat sistematisasi materi berdasar tahapan diskusi menuju tahap yang semakin maju. Jangan lupakan juga alat politik kita yang penting untuk pengorganisiran: terbitan, selebaran (entah apapun bentuknya)

b. Membentuk Organisasi Mahasiswa Tingkat Kampus
KD terjaga kemajuannya, pasti akan menemukan kebutuhan untuk membentuk organ yang lebih maju dibanding KD. Maknanya adalah bagaimana KD mampu memimpin pada sebuah tuntutan untuk mempraktekkan hasil diskusi, dalam arti lebih dalam adalah sampai pada sebuah kesadaran untuk mewujudkan gerak perlawanan mahasiswa.

Sejak sebelum pembentukan kelompok diskusi, konsep organisasi yang hendak dibangun di universitas, harus sudah dipahami. Sehingga tidak akan ada kelompok diskusi yang akhirnya tidak menjadi bagian dari organ kita. Rapat organisasi (yang sekarang ada) nantinya akan selalu membahas perkembangan setiap KD yang terbentuk, sehingga mampu dipahami sejauh mana langkahnya menuju pembentukkan organ yang lebih tinggi.

Sebagai permulaan, kita dapat membentuk sebuah kelompok inti, (core group). Pada umumnya, lingkaran inti terdiri dari 5 sampai 7 orang. Lingkaran ini akan menjadi kelompok pekerja yang mesti bertanggungjawab terhadap ekspansi organisasi.
Setelah kelompok dibentuk, pertemuan-pertemuan tetap harus diadakan. Lewat pertemuan-pertemuan ini semua anggota lingkaran inti akan siap informasi (well informed) akan perkembangan-perkembangan baru. Serentak bersama pembentukan lingkaran inti, organiser harus mewakilkan tanggungjawabnya pada orang lain. Untuk tugas-tugas sementara, orang-orang yang ada dalam lingkaran inti bakal melaksanakan tugas seperti berikut : Keuangan, rekruitmen, pendidikan, tugas-tugas penghubung dan lain sebagainya. Sekalipun demikian, organiser harus tetap memperhatikan posisinya sebagai penasehat.

Langkah kelompok inti yang berikutnya haruslah bertujuan dan merupakan pengukuhan formal organisasi. Akan tetapi “core group” harus pertama kali mempersiapkan segala macam dokumen-dokumen organisasi yang dibutuhkan. Hal ini mencakup orientasi, tujuan, dan konstitusi lengkap organisasi. Semua berkas-berkas ini harus didiskusikan secara kolektif dan menyeluruh oleh kelompok. Semua saran dan komentar dari tiap anggota harus dipertimbangkan.

Langkah selanjutnya adalah proyeksi organisasi pada khalayak mahasiswa. Proyeksi organisasi akan berbentuk sebagai berikut : Poster-poster yang akan mengumumkan berdirinya organisasi, poster-poster yang akan memperdebatkan organisasi, poster-poster yang akan mengundang anggota baru. Hasil dari proyeksi kita ini haruslah menjadi ekspansi organisasi. Dimulai dari kelompok inti kita harus bisa memperluas keanggotaan. Melengkapi tugas-tugas ekpansi adalah kerja konsolidasi. Konsolidasi berarti memperdalam para anggota memahami tujuan dan arah organisasi. Melalui proses orang-orang akan membangun komitmen yang lebih dalam terhadap tujuan-tujuan organisasi.

Jumlah anggota yang bisa disyaratkan untuk bisa disebut dan dibentuk cabang organisasi adalah 15 orang. Jadi tugas “core group” lah untuk memenuhi jumlah tersebut. Sesudah mendapatkan jumlah tersebut, kemudian kita akan siap untuk mengadakan rapat umum (general assembly) untuk secara formal mengukuhkan organisasi. Dalam rapat ini kita akan memiliki pengurus yang akan bekerja sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh konstitusi. Lebih jauh lagi pertemuan besar ini adalah kesempatan untuk mengelompokan para anggota kedalam berbagai komisi atau seksi yang ada. Antara lain pendidikan dan penelitian, pengorganisiran. keuangan, keanggotaan dan sebagainya tergantung pada kepentingannya dan kesanggupannya.

Sesudah pendirian formal, pertemuan-pertemuan berbagai departemen atau seksi dan tingkat-tingkat berbagai organisasi harus diadakan secara tetap. Pertemuan tersebut menangani persoalan-persoalan organisasi yang muncul selama organisasi berjalan. Agenda pertemuan tersebut meliputi, rencana-rencana, perkembangan-perkembangan baru dan sebagainya. Pertemuan-pertemuan mengecek dan menguji bentuk organisasi supaya berfungsi lebih baik.

Proses mengorganisir tidak berhenti. Pada tahap pendirian organisasi secara formal. Untuk menjaga kelangsungan hidup organisasi, organisasi beserta seluruh perangkatnya harus mengintensifkan kerja pengorganisiran kembali dan konsolidasinya.

Lancarkan Kerja Propaganda dan Pendidikan
Untuk mebangkitkan kesadaran massa secara meluas dan menggerakan untuk melakukan aksi, kita harus melancarkan kerja Pendidikan dan Propaganda. Kerja Pendidikan dan Propaganda dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, diantaranya :
1. Bahan-bahan propaganda tertulis seperti : statemen, pres release, pamflet, selebaran, poster dll.
2. Aktivitas propaganda pendidikan melalui oral/lisan seperti : seminar, simposium, ceramah, wawancara, workshop dll.
3. Bahan-bahan aktivitas propaganda audio visual seperti teater, drama kebudayaan, pertunjukan film dan video, poster, sticker dll.

Sasaran tempat bagi kerja propaganda pendidikan adalah ruangan kelas, kampus secara umum, organisasi-organisasi mahasiswa, kampung-kampung mahasiswa, asrama mahasiswa dan masih banyak lagi lainnya.

Untuk membantu kerja keras kita menjalankan propaganda-pendidikan, kita dapat memanfaatkan dan menggunakan program-program dan lembaga legal formal kampus yang kaya akan dana, data dan juga jaringan.
Propaganda-pendidikan yang paling murah adalah dalam bentuk selebaran. Maka selebaran ini harus rutin dalam satu kampus tertentu atau dalam satu kota untuk menerbitkannya. Isu yang diambil bisa dari mulai problem Fakultas sampai isu-isu politik nasional. Dan output dari selebaran, untuk menguji respon massa terhadap propaganda-pendidikan kita adalah partisipasi mereka dalam aksi-aksi kita.

Aksi massa
Aksi massa dilakukan untuk mengukur keberhasilan kerja-kerja pengorganisiran, pendidikan dan propaganda kita. Aksi massa harus merupakan aksi politik yang terencana, terorganisir baik dan terkonsolidasikan untuk mempopulerkan isu-isu strategis. Seperti : Cabut Dwi Fungsi ABRI, Pemerintahan Transisi koalisi demokratik, Imperialisme, dll. Banyaknya massa aksi dalam organisasi kita menunjukan keberhasilan kita memobilisir massa untuk mendukung aksi-aksi kita, meskipun tanpa momentum sekalipun.




GARIS BESAR METODE KERJA

Pengertian Dari Metode Kerja


Metode kerja merujuk pada suatu sistem bekerja dari hubungan antara pemimpin dan anggota suatu organisasi. Sistem ini harus mempertanggung jawabkan proses pengambilan keputusan pembagian kerja pengembangan nilai‑nilai yang diperlukan atau sikap‑sikap secara demokratis dalam mengatasi kesulitan‑kesulitan organisasi, rakyat dan soal‑soal lain.

Hal ini menyangkut formulasi kebijakan‑kebijakan dan garis besar (guide lines). Simplifikasi(penyederhanaan) kerja, prosedur, aturan‑aturan didalam dan aturan‑aturan diluar. Berikut ini adalah hasil diskusi tentang boberapa metode kerja yang pokok‑pokok.

A. Sistim Komite (SK):

Sistem komite ini menunjuk pada dinamika kepemimpinan kolektif didalam organisasi, antara lain pengawasan terhadap monopolisasi oleh satu orang atau group terpilih dalam pendistribusian tugas‑tugas dan pengambilan keputusan.

Secara ideal, sebuah organisasi harus memiliki komisi‑komisi kerja sebagai berikut : keanggotaan, pendidikan, Keuangan, Penelitian dan penerbitan atau publikasi.

Ada kesulitan‑kesulitan tertentu, kita harus mongakui dan bisa mengatasi dalam usaha mempertahankan sistem komite yang efektif. Salah satu kesulitan tersebut adalah ketiadaan pemimpin-pemimpin dan anggota‑anggota yang bertanggung jawab dalam mengerjakan kerja komite. Ini dialami oleh organisasi yang baru mancapai tahap awal. Dalam situasi seperti ini ketua‑ketualah yang harus menanyani dan mengerjakan bertumpak‑tumpuk kerja, sampai pada saat organisasi bisa menghasilkan anggota baru.

Persoalan lain adalah kurangnya ketua‑ketua yang berpengalaman untuk mengatasi tugas‑tugas khusus. Maka, menjadi keharusan buat, mengembangkan kecakapan dalam tugas‑tugas atau kerja‑kerja khusus ini. Mereka yang bekerja dalam komite‑komite perlu menjalani latihan‑latihan kbusus dan membakukan pengalaman‑pengalaman mereka.

Kwalitas pengambilan keputusan ditingkat komite harus dipastikan. Beberapa ketua komite berkecenderungan memonopoli pengambilan keputusan. Atau jika mereka melakukan konsultasi dengan para anggotanya mereka cenderung mendominasi anggata dalam diskusi.

Untuk menjalankan sistem komite yang lebih efektif, setiap anggota harus memiliki tugas yang pasti dan secara lengkap paham atas program aksi yang diambil dalam waktu tertentu, sehingga setiap anggota akan dibimbing oleh keseluruhan arah dan tujuan organisasi


B. Tentang Partisipasi Demokratis dan Kepemimpinan Terpusat (Centralized Leadership):

1. Partisipasi Demokratis :

Hak untuk turut serta dalam diskuisi untuk membuat penyelidikan, kritik dan mengemukakan saran‑saran disemua tingkatan organisasi.

Dipihak lain, pandangan dan kepentingan tiap individu harus diabdikan pada pandangan dan kepentingan keseluruhan organisasi dan setiap orang harus diikat oleh disiplin.

2. Kepemimpinan Terpusat:

Hal ini bukanlah soal kewibawaan. Sebaliknya, menjadi keharusan para ketua disemua tingkatan untuk mempertahankan dan memperkokoh kepercayaan anggota pada mereka. Juga merupakan tugas dari mereka yang menduduki posisi diatas(leading positions) untuk memberikan bimbingan (guidance) kepad semua anggota. Lebih jauh lagi, mereka bertanggung jawab terhadap penyebaran dan penjelasan garis besar dan keputusan organisasi pada anggotanya.

C. Bagaimana Cara Melakukan Pertemuan yang Benar:

Pertemuan adalah proses dikalangan anggota suatu kelompok yang berkumpul bersama‑sama guna bertukar informasi dan mengambil keputusan mengenai persoalan‑persoalan yang dihadapi dan mempengaruhi jalannya organisasi secara keseluruhan atau komite‑komite didalam organisasi tersebut.

Ada tiga unsur pokok pertemuan yang harus kita pertimbangkan yaitu :peserta,proses dan lingkungan. Kita harus menimbang elemen‑elemen ini agar kita bisa memastikan kemana arus pertemuan harus mengalir. Para peserta misalnya, apa yang mereka ketahui tentang problem‑problem organisasi, sikap‑sikap mereka sendiri terhadap organisasi, persoalan‑persoalan yang sedang dihadapi oleh ,organisasi. Adalah mereka terpecah‑pecah atau apatis, tidak disiplin dan bergairah untuk bertindak. Tentu saja, berkaitan dengan lingkungan kita harus memeriksa kenyamanan (tidakah terlalu bising bagi kita untuk mendiskusikan isu tersebut). Pekerjaan berikutnya adalah para penyelenggara harus memperhitungkan sampai berapa lama pertemuan akan berlangsung. Mereka sendiri para penyelenggara yang harus menentukan tata cara dan agenda yang harus dipatuhi dan dijalankan.

Sebuah pertemuan haruslah cukup dipersiapkan. Agenda pertemuan haruslah merupakan bentuk‑bentuk persoalan yang krusial, menentukan untuk dianalisa. Maka, penting bagi para peserta untuk disediakan agenda tertulis, berkas‑berkas yang dibutuhkan, laporan‑laporan dan lain sebagainya. Para pemimpin pertemuan harus waspada dan mengingat waktu serta pandai‑pandai memberi jatah waktu bagi setiap pokok persoalan. Ia juga harus menggunakan pendekatan yang persuasif disamping menampakkan gaya yang sedikit emosional. Apabila situasi terjamin, perbedaan pendapat yang kontroversial bisa dipecahkan melalui voting. Dibawah ini adalah Contoh "checklist" guna menjalankan pertemuan yang efektif. Dapatkah kita :
1. Menulis tujuan dari pertemuan ini dalam beberapa kata. Jangan mengadakan pertemuan bila anda tidak bisa.
2. Memperjelas pertemuan ini tipe pertemuan apa? Apakah informasi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan. Jika para peserta tidak yakin, pertemuan ini hanya akan berantakan.‑ .

A. Terbuka dan realistis mengenai ?
a. Berapa lama saya siap diri untuk pertemuan ini ?
b. Berapa lama pertemuan ini akan mencapai tujuan ? Coba tetapkan batas waktu yang sesuai.

Selama pertemuan, secara kasar, maka pertemuan tersebut harus" berlangsung melalui jalan‑jalan sebagai berikut. Kita perlu bertanya :
1. Apakah yang salah? Periksalah fakta dan isu‑isu yang muncul dari persoalan tersebut.
2. Apakah yang bisa kita 1akukan ? Beberkan semua pilihan bagi tindakan‑tindakan yang dapat diambil oleh kelompok..
3. Apa yang akan kita kerjakan ? Buatlah keputusan tindakan mana yang akan diambil.

D. Menejemen Konflik :

Sebenarnya, tidak ada cara yang baku untuk menangani konflik. Walaupun demikian, seorang ketua yang tangguh adalah orang yang bisa mengambil beberapa macam cara dalam mengatasi konflik bergantung pada situasi.

Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindarkan dalam organisasi. Para peserta yang terlibat dan bertanggung jawab (commited) senantiasa akan menghasilkan konflik. Hal ini bisa melemahkan dan bisa juga menguatkan kelompok. Di satu pihak, ia bisa menjadi kesempatan munculnya wawasan kreatif, dan hubungan diantara para anggota menjadi semakin akrab. Sedangkan dipihak lain, ia bisa menimbulkan kebencian kekal yang merusak dan luka phisikologis yang dirasakan oleh anggota.

Konflik sendiri bukanlah barang haram, sehingga tujuan organisasi tidaklah untuk melenyapkan konflik. Perhatian kita adalah bagaimana menanganinya. Bila ditangani secara tepat, konflik dapat menjadi sumber pertumbuhan dan perkembangan organisasi. Beberapa penyebab konflik :
1. Perbedaan‑perbedean dalam kebutahan, nilai‑nilai dan keinginan‑keinginan.
2. Perbedaan‑perbedaan persepsi.
3. Antisipasi yang Berbeda terhadap kemungkinan kalah dan menang.
4. Kegagalan atau ketidakmampuan menyatukan perbedaan dan memberi‑menerima

E. Tentang Motivasi Kelompok :

Terdapat lima kelas keinginan psikologis yang setiap orang menghendakinya dari hidup dan kerja. Sesuatu yang mendorong orang‑orang berusaha mencapainya dan bekerja demi hal tersebut. Maka, sebagai organisasi yang progresif kita harus mencoba memenuhi kebutuhan‑kebutuhan organisasi kita dan kebutuhan orang-orang yang bekerja untuk organisasi.

1. Kebutuhan melangsungLan kehidupan (biological needs), seperti makan, tidur, kawin, istirahat.
2. Kebutuhan akan perasaan aman (needs for security), seperti jaminan, kepastian kerja perlindungan dari orang jahat. Orang tidak bisa akan bekerja dengan baik dan efektif jika disodori ancaman.
3. Kebutuhan menjadi sosial (need to belong).Yaitu merasa diterima orang lain. Dan merasa bagian dari kelompok, membentuk rasa akrab dan perlu terikat.
4. Kebutuhan , dihargai atau dihormati secara wajar (need for recognation). Seperti kebanggaan diri, menilai bagus dirinya sendiri dan menginginkan orang lain berfikir sama. Diakui sebagai pribadi yang mandiri dan tidak tergantung orang lain.
5. Kebutuhan bekerja yang sesuai dengan keinginan (need tor growth). Yaitu mencari pelepasan, bila kita tidak mampu menjalankan kerja persis seperti yang kita maui,aktualisasi diri, untuk berkembang dan belajar lagi.

F. Tentang anggota yang Apatis :

Beberapa alasan‑alasan umum :
Persoalan yang hendak ditangani dan di pecahkan oleh organisasi dianqgap tidak penting buat anggota, atau kurang penting dibanding persoalan lain yang ingin digarap oleh anggota tersebut.
Persoalan‑persoalan tersebut nampak penting bagi anggota akan tetapi ada alasan‑alasan lain yang mencegah mereka memecahkan persoalan, misalnya takut hukuman apabila mereka berbuat salah, perasaan benci pada anggota lain, ketakutan menyatakan diri untuk menyerang dan merasa ganjil dan merasa tidak aman.
Berlarut‑larut dan mendalamnya pertarungan beberapa anggota yang mendominasi kelompok.
Anggota merasa tidak berdaya untuk mempengaruhi keputusan‑keputusan akhir.

G. Tentang Memonitor efisiensi Kelompok:

Sebuah group perlu membangun mekanisme umpan balik untuk membantu pengurusnya sendiri. Proses seperti melakukan pengumpulan informasi tentang kesenjangan antara apa yang diinginkan oleh group dan apa yang sedang dikerjakan sehingga dapat dibuat koreksi dan sesuai dengan direksinya,

A. Pengumpulan informasi :
1. Apakah tujuan kita ? Apakah kita lurus ataukah menyimpang?
2. Berapa lama kita bekerja atau bergerak ?
3. Apakah kita menggunakaan cara terbaik dalam bekerja?
4. Bekerjakah kita semua ?
5. Apakah kita membuat kemajuan dalam kemampuan kita bekerja bersama .

B. Metode observasi kelompok :
1. Siapa berbicara pada siapa?
2. Siapa yang menyumbang siapa ?
3. Apa yang tengah terjadi dalam group.
a) Suasana umum, seperti formal atau informal, persaingan atau bekerjasama.
b) Kwalitas dan kwantitas pekerjaan yang terselesaikan misalnya, tinggi atau rendah? apakah care kita cakup jelas atau kabur ?
c) Perilaku ketua atau pemimpin. Misalnya, menyokong yang lain atau mendominasi group.
d) Partisipasi,seperti banyak orang berbicara atau hanya sege1intir orang.

H. Mengembangkan Keahlian dan Kecakapan Dalam Kerja‑Kerja Teknis :

Setiap aspek kerja organisasi memiliki persyaratan-persyaratan teknis, misalnya kerja pendidikan atau training nenuntut penelitian. Di dalam kerja Komisi Organisasi misalnya, kita butuh tempat pertemuan, dan kerja teknis lainnya.

Hal‑Hal yang detail dan rinci ini jika diabaikan akan menciptakan halangan dan kebingungan dan bahkan frustasi pada beberapa bagian kerja atau bahkan keseluruhan tindakan‑tindakan atau rencana.Kita harus menciptakan perlengkapan‑perlengkapan khusus dengan staf yang full‑time, tanpa ini akan sulit Bagi kita. untuk bekerja dan memfungsikan organisasi secara efektif.

III. MERUMUSKAN PROGRAM

Definisi dari program kerja adalah susunan rencana yang mengkongkritkan orientasi organisasi pada sebuah periode tertentu atau seperangkat kondisi‑kondisi yang ada. Jadi seseorang dapat mempertimbangkan dua hal yaitu :.
Orientasi sebuah organisasi.
Analisis kondisi yang sedang terjadi.

Langkah‑langkah yang harus dirumuskan dalam program kerja:
Selama dalam merumuskan program kerja harus digunakan kekuatan kelompok yang mampu memikirkan dan meyakinkan bahwa terdapat partisipasi yang tepat dari individu pada tiap tingkat.


1. Analisis Situasi Konkrit yang Sedang Berlangsung

Analisis dapat mengambil bentuk penilaian atau kesimpulan dari pengalaman organisasi selama periode yang lalu atau hasil dari suatu investigasi sosial yang akhir.

Apa yang harus dipertimbangkan dalam analisis:
Kondisi obyoktif, yaitu keadaan organisasi saat ini. Misalnya sumber‑sumber yang ada, jumlah anggota, organ atau komite fungsional. Kemudian peristiwa yang berhubungan dengan penyelenggaraan organisasi seperti peristiwa nasional, kebijaksanaan akademis dan, situasi Internasional atau saat kampanye.
Kondisi subyektif, yaitu kondisi setiap anggota yang akan menerapkan dan menjalankan program. Misalnya skill, tingkat kesadaran, tanggung jawab,pembatasan.

Dari kondisi obyektif dan subyektif ini, faktor‑faktor negatif dan positif semuanya ini akan mempercepat atau memperlambat penerapan rencana.

2. Tetapkan Sasaran—Sasaran Primer dan Sekunder

Sebuah sasaran adalah suatu hipotesa sementara yang berkenaan dengan hasil yang akan datang dan diinginkan suatu potensi yang memberi perluasan bagi orientasi organisasi dalam suatu periode yang telah ditetapkan. Sasaran tidak dapat diduga dengan akurasi, tapi dapat diperoleh dengan usaha‑usaha s~ndiri.

Suatu organisasi dapat merumuskan banyak sasaran untuk menyebarkan orientasinya. Sekalipun demikian ini telah dibuktikan kegunaannya dalam kerja praktek dari setiap organisasi yang ada. Suatu organisasi harus merumuskan sasaran pokok (primer). Kadang‑kadang hal itu disebut sebagai tujuan pokok atau arah pokok. Kegunaan sebuah sasaran pokok adalah untuk mendefinisikan dengan jelas berbagai tahap dalam perkembangan organisasi. Biasanya sasaran pokok dapat berupa satu atau kombihasi dari : pembentukan, konsolidasi, ekspansi dan mobilisasi dari organisasi. Selama ini tidak terpisah atau mengganggu dari tugas‑tugas organisasional, maka dapat dianggap berguna dalam periode dan kondisi‑kondisi organisasi tertentu.

Setelah penjelasan sasaran pokok, kemudian dapat ditetapkan sasaran kedua jika ada. Sasaran kedua (sekunder) juga esensial bagi pengermbangan organisasi. Sekalipun demikian dalam periode tertentu ia memiliki kegunaan sekunder bagi sasaran pokok, berkaitan dengan prioritas dari beberapa proyek alokasi sumber-sumber dan penjadwalan. Sangat tepat untuk merinci sasaran yang telah ditentukan menjadi sasaran yang lebih khusus. Dengan demikian hal ini akan lebih dapat dikelola dalam melihat aktivitas untak memenuhi sasaran ini.

Suatu sasaran yang baik memiliki sifat-sifat atau kriteria sebagai berikut :
A. Feasible : Layak dan dapat dikerjakan
B. Suitable : Sesuai dan dapat membawa kearah yang ingin dicapai.
C. Acceptable : Cocok dan sesuai dengan sumber‑sumber daya yang ada dan mau digunakan.
D. Valuable : Sumber‑sumber yang dipakai bernilai.
E. Achievable : Jelas dapat diwujudkan.
F. Adaptable : Cukup lawes untuk disesuaikan dengan kondisi rii1 setempat.
G. Measureable : Hasil‑hail yang dicapai mudah diukur atau dievaluasi.
H. Bisa menempa komitmen atau janji dan tanggung jawab.


3. Tentukan Proyek yang Rinci atau Kegiatan Bagi Tiap Sasaran dan Penetaphan Derajat Prioritas Masing-Masing.

Berikut ini adalah sebuah sistem yang dianjurkan yang menandakan derajat relatif dari kepentingan dan tanggung jawab untuk diberikan pada suatu program atau proyek :
A. Esensial --- Prioritas utama 1. Sedang berlangsung sekarang.
B. Penting --- Prioritas kedua 2. Setujui tapi belum dijalankan.
C. Diperlukan --- Prioritas ketiga 3. Menunggu persetujuan
4. Ditunda


4. Tetapkan Target Kwantitatif, jadwal dan Pertanggung Jawaban.
5. Penjabaran Kebijaksanaan dan garis besar yang akan mensitematisasikan Pelaksanaan Kegiatan dan Tujuan.
6. Pendokamentasian Program dan Pemberian Salinan

Dibawah ini merupakan bentuk program yang dianjurkan, yang terdiri dari sasaran dasar. Yaitu memperkuat basis massa sebagai suatu organisasi yang akan melayani kebutuhan pendidikan sosial dari barisan pemuda dan mahasiswa Indonesia. Ini juga merupakan agenda kerja yang harus dirumuskan secara sistematis :

Sasaran Proyek Target Jadwal Prioritas Dilakukan
Oleh
1.Mengembang A.Pelatih- 30 ang 30 Okt A2 Komite
kan skill -an fasili gota Edukasi
pemuda-pemuda tator
dalam kerja
edukasi masya- B.Pengemba- 10 ang 11 Sept A1 Komite
rakat ngan kuri- gota Edukasi
kulum.

C.Latihan 15 ang 21 Agst A3 Komite
Pembicara gota Edukasi
Pidato

2.Mengembang A.Pelatih 10 ang 1 Nov A1 Komite
kan mekanisme an pendidik gota Edukasi
pendidikan or an dan Mana
ganisasi jemen



IV. PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Keterlibatan dalam mengambil keputusan

Semakin kita memperhatikan para anggota suatu organinasi mengambil peran aktif dalam melaksanakan keputusan, maka semakin penting mereka mencurahkan sepenuh mungkin dalam pengambilan keputusan. Dan bila kita menengok kebelakang kebanyakan orang yang terlibat secara aktif dalam pembuatan keputusan, maka kita akan menjumpai mereka semua jatuh disepanjang tempat garis pengambilan keputusan ini.

-------!---------!---------!---------!---------!---------!---------!--------!--
Plop One Hand Qlique Minority Mayority Silent True
Person Clasp Vote Consen Consen
Sus sus

A. Pencemplungan (The, plop) :

Disini kelompok membuat suatu keputusan tanpa mengambil keput‑usan. "Tidak memutuskan adalah memutuskan". Seorang membuat saran, tapi itu dicemplungkan seperti batu dalam sebuah kolam dan tidak seorangpun yang memperhatikannya. Jika orang yang memberi saran sungguh berminat pada saran tersebut, maka faktanya ia diabaikan dapat membuat orang ini mundur atau menentang saran berikutnya.

B. Keputusan satu orang (One person decision):

Yang ini dapat dengan cepat dibuat, tapi kemudian saat si pembuat keputusan tergantung pada dukungan bebas atau sukarela dari orang lain untuk menjalankannya, ia mungkin menyadari hanya ia sendiri yang menjalankannya.

Topiknya meloncat‑loncat. Seorang juga dapat mencegah suatu kelompok yang mencapai putusan dengan memperkenalkan ide baru pada saat kelompok ini siap untuk memutuskan sesuatu. Jika poin tersebut relevan, ia seharusnya diijinkan, walau seharusnya diajukan lebih awal. Jika tidak relevan, seharushya dianggap sebagai gangguan atau usaha seseorang untuk mengkontrol kelompok dan seharusnya tidak diijinkan menghalangi kelompok mengambil keputusan.

C. Jabat tangan (The handclasp) :

Seseorang memberi saran, yang lain mengatakan "ide yang baik" dan tanpa diskusi lebih lanjut, masalah diputuskan. Putusan ini lebih sering dari pikiran seseorang dan sering berlalu tanpa dicatat pada saat itu, tapi ketidaksenangan akan muncul kemudian dipermukaan.

D. Klik (The clique)

Keputusan ini dibuat oleh sekelompok kecil yang merencanakan
sebelumnya untuk mencapai tujuan-tujuan yang dicapai. Karena mereka terorganisir dengan baik dari yang lain yang tidak menyetujui, mereka kerap berhasil pada isu-isu dadakan, tapi mereka membawa semangat persaingan dari pada kerjasama.

E. Minoritas (Minority) :

Keputusan ini tidak terorganisir secara sadar seperti halnya dalam klik, tetapi beberapa orang yang berpengaruh mendominasi kelompok, dengan tanpa disadari dan lalu kemudian heran atas apatisme dari yang lainnya.

F. Suara mayoritas (Mayority
vote)
Dalam kelompok besar, hal ini sering merupakan cara efektik untuk membuat putusan. Bagaimanapun juga seseorang mungkin kehilangan minat terhadap loyalitas dari minoritas yang memberikan suara melawan putusan, terutama jika mereka merasa pandangannya tidak didengar.

G. Konsensus diam‑diam (Silent contcensus)

Beberapa kelompok bertujuan untuk bersuara bulat. Hal ini baik, jika sungguh‑sungguh ikhlas, tapi mereka jarang berusaha penuh pada isu‑isu penting. Persetujuan bulat umumnya diasumsikan ketika beberapa anggota tidak merasa bebas untuk tidak setuju dan tetap diam.

H. Konsensus (Concensus) :

Yang ini adalah suatu persetujuan, kerap kali melibatkan kompromi ataupun kombinasi dari beragam kemungkinan, setelah semua opini didengar. Ketidaksetujuan, keberatan, uneg‑uneg dan poin‑poin dan pandangan minoritas didiskusikan secara penuh. Hal ini memakan waktu dan perhatian untuk membentuk iklim dimana semuanya merasa bebas untuk mengekpresikan dirinya, tapi metode ini sangat membentuk kesatuan, kerjasama dan tanggung jawab. Ini tidak berarti mendengarkan orang‑orang dan kemudian tetap melakukan apa yang dari rumah sudah disiapkan. Metode diambi1 untuk menyesuaikan keprihatinan semuanya. Memang akan memakan waktu lama untuk membuat suatu keputusan dalam masalah tersebut, tapi ini sering akan dilaksanakan lebih cepat dan dengan kesungguhan hati.

Siapa yang harus membuat keputusan dan keputusan bagaimana?

Adalah tidak mungkin dan tidak perlu untuk melibatkan tiap orang dalam setiap keputusan. Bila semua keputusan dibuat oleh seluruh kelompok banyak waktu dapat terbuang untuk hal‑ha1 yang kurang penting. Banyak situasi dimana layak untuk mendelegasikan kekuasaan untuk mengambil putusan kepada seseorang atau sebuah kelompok kecil. Misalnya perincian‑perincian pelaksanann suatu kebijaksanaan dimana selurah kelompok juga telah menyetujuinya.

Salah satu skill utama dari kepemimpinan demokratis adalah memutuskan siapa yang harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Aturan dasar adalah bahwa orang yang paling dipengaruhi oleh suatu keputusan, semakin penting mereka seharusnya dilibatkan dalam pembuatan keputusan.

Keterlibatan kelompok secara khusus menjadi penting ketika :

A. Beragam pandangan dan opini dibutuhkan.
B. Kelompok secara langsung terkena dampak putusan.
C. Kelompok harus menjalankan keputusan.
D. Kelompok telah belajar dan bekerja bersama secara efektif, membagi fungsi‑fungsi pimpinan dan menjalankan prosedur‑prosedur pengambilan keputusan dengan mudah.

Kesukaran‑kesukaran dalam pengambilan keputusan

Tiap kelompok,untuk mengejar tujuannya secara terus-menerus dilibatkan dalam pengambilan keputusan :
A. Keputusan yang besar.
B. Keputusan yang kecil.
C. Keputusan yang mudah.
D. Keputusan yang sukar.
E. Keputusan yang Benar.
F. Keputusan yang salah.

Tetapi semuanya ini selalu berada dalam peran dan posisi mengambil keputusan, apapun bentuknya.

Pengambilan keputusan membentuk sebuah pola hubungan yang terus‑menerus antar anggota sebuah kelompok. Pola dimana tiap individu anggota memiliki pengarah penting. Adalah mengagumkan dampak dari selembar informasi namun mengakibatkan keberatan keras di sana, permusuhan atau persetujuan di sini, kecemburuan atau kekaguman, penghinaan, dan juga perasaan tidak enak dapat menghasilkan keputusan.

Jadi sedikit mengherankan bahwa kelompok demi kelompok mempunyai kesulitan dalam pengambilan keputusan. Misalnya, beberapa anggota menjadi malas saat berhadapan dengan suatu keputusan. Yang lain berdebat sengit atas suatu usul yang tidak penting, sementara yang lain lagi menuntut "voting", penarikan suara hanya untuk membalik keputusan mereka nanti dan batal menjalankan suatu rencana.

Beberapa kesulitan yang dihadapi oleh sebuah kelompok dalam pengambilan keputusan antara lain dikarenakan:
1. Takut akan akibat‑akibat keputusan tersebut.

Dalam beberapa kelompok, hasil yang mungkin dari pelaksanaan keputusan tersebut bisa jadi mengakibatkan pemisahan‑pemisahan dan keberatan‑keberatan. Pengakuan yang terus‑terang akan ketakutan ini seringkali diperlukan penanganan yang efaktif.

2. Konflik antar pribadi.

Sebuah kelompok dengan beragam kepribadian seringkali menimbulkan lelucon atau olok‑olok. yang akhirnya melahirkan sakit hati atau ketidak‑sukaan di antara anggota kelompok. Sering terjadi seseorang yang tidak terlibat dalam konflik antar pribadi dapat mengungkapkan problem yang sesungguhnya ke permukaan.

3.Agenda Tersembunyi

Seseorang barangkali mencoba membujuk atau memaksakan sebuah kelompok untuk mengambil keputusan dengan alasan yang tidak dibeberkan pada forum, yang hanya diketabui dia sendiri.

4. Metode Yang Salah.

Sebuah kelompok mungkin dibatasi oleh tatacara yang kaku, selalu mengalamatkan dan membeo pada ketua, yang akibatnya tidak memberi kesempatan bagi anggota untuk menyatakan dengan bebas perbedaan atau keberatan. Atau suatu kelompok yang mengijinkan penyingkiran pendapat pribadi dengan informasi. Atau Sebuah kelompok yang menelorkan keputusan tanpa mengujinya dengan konsensus atau kesepakatan bersama.

5. Kepemimpinan Yang Tidak Cakap

Seorang ketua mungkin merintangi pengambilan keputusan yang baik jika ia membatasi atau memotong pendapat atau diskusi dengan tangan besi. Seorang ketua bisa jadi gagal membantu memberikan cara‑cara yang tepat dalam pengambilan keputusan atau tidak peka terhadap hal‑hal yang bisa menyebabkan kesulitan bagi kelompok.

TUNTUNAN SEDERHANA UNTUK PENGAMBILAN KEPUTUSAN MELALUI KONSENSUS.

l) apa gerangan yanq sedang kita coba putuskan ? Pastikan kalau
hal ini sudah jelas‑jelas dimengerti oleh semua peserta.
2) Alternatif apa saja yang ada ? Coba perhitungkan sebanyak mungkin. Curah pendapat akan sangat berguna dalam hal ini !
3. Bagaimana kemungkinan jalannya ? Bagaimana prospek dan hambatannya?
4. Apa yang kita perlukan/butuhkan untuk menjalankan keputusan?
5. Siapa yang akan mengerjakan: apa, kapan,di mana,dan bagaimana?


V. KONTROLING

Prinsip‑prinsip dasar kontroling atau pengontrolan dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yang mencerminkan (1) tujuan dan sifatnya, (2) strukturnya; (3) prosesnya. Dilihat dari kesatuan manejemen dan tendensi fungsi‑fungsi bergantung pada tingkat praktek, maka prinsip‑prinsip ini dapat dimengerti sama dengan fungsi‑fungsi manejerial yang 1ain.

1 Tujuan dan Sifat Kontroling

Tujuan dan sifat kontroling dinyatakan dalam prinsip berikut ini :
a. Prinsip Kesatuan sasaran. Tugas mengontrol adalah mendeteksi menemukan penyimpangan‑penyimpangan dari rencana semula baik yang nampak maupun yang potensial guna tindakan koreksi yang efektif.

Seperti pada fungsi‑fungsi manejemen lain, tujuan kontrol adalah pencapaian/perwujudan sasaran. Ini bisa dilakukan dengan mendeteksi kegagalan rencana yang pada gilirannya dapat dirancang lagi untuk mencapai sasaran.

Kontrol, seperti juga perencanaan harus melihat ke depan. Tetapi prinsip ini seringkali tidak dihiraukan, pada umumnya karena kontrol sangat tergantung pada laporan dan data statistik disamping pada prakiraan‑prakiraan dan proyeksi‑proyeksi. Dan seorang manejer harus menekuni ketelitian sampai pada tingkat desimal sekedar untuk mendapatkan kejadian‑kejadian masa lalu. Memandang perencanean sebagai melihat ke depan dan kontroling sebagai menengok ke masa lalu adalah keliru ! Dengan adanya kekurangan sarana untuk memandang ke masa depan, maka merujuklah ke sejarah, dengan asumsi bahwa "masa lalu adalah prolog", adalah lebih baik ketimbang tidak melihat sama sekali. Tetapi tiada manejer atau orang yang mengerti suatu masalah, yang menjalankan kontrol akan cakup puas dengan menggunakan catatan‑catatan sejarah, cukup puas seperti pada waktu mereka mengumpulkan pajak dan menentukan pembagian keuntungan pemegang saham.

Idealnya, sistim kontrol seharusnya dijalankan dengan mekanisme umpan balik yang cepat, seperti sistim pelayanan yang bekerja pada mesin‑mesin otomatis agar kocenderungan menyimpang yang berlebihan dapat dikoreksi secepatnya, sebelum terjadi kerusakan parah. Dengan adanya kekurangan mekanisme pelayanan dalam beberapa tugas‑tugas manejerial, kontrol dapat didasarkan pada prakiraan‑prakiraan masa depan yang cakup jauh guna melihat dan meramalkan tingkat penyimpangan terhadap program yang sedang berjalan. Bahkan jika prakiraan merupakan hal yang tidak tellti, kurang akurat, para manejer lebih puas pada kontrol daripada bersandar pada sejarah. Contohnya, banyak perusahaan‑perusahaan mempercayakan diri pada prakiraan‑prakiraan uang kontan dan banyak yang menunjukkan kemampuan melunasi hutang denyan memakai prakiraan kosongnya uang kontan di bank, dan atas dasar itu mereka mengurungkan niatnya mencari pinjaman lagi. Teknik‑teknik baru yang muncul, dewasa ini. Seperti PERT misalnya juga memungkinkan melihat jauh ke depan.

b. Prinsip Efisiensi Kontrol.

Teknik‑teknik dan pendekatan kontrol harus efisien pada saat mendeteksi dan menjelaskan,penyetab penyimpangan‑penyimpangan baik yang aktual maupun yang potensial dari rencana dengan biaya-biaya minimum atau dari akibat‑akibat yang dianggap bisa diabaikan. Prinsip efisiensi secara khusus sangat penting dalam pengontrolan oleh karena teknik‑teknik ini mengandung cara‑cara yang boros, rumit dan kompleks, dan juga meletihkan. Seorang manejer mungkih tertarik dengan pengontrolan yang memakan waktu lebih dari yang diperlukan untuk mendeteksi penyimpangan. Haruskah teknik pengontrolan diserahkan begitu saja kepada seorang manejer yang keras dan kaku yang akhirnya menyingkirkan dan mengabaikan pendelegasian wewenang para bawahan ? Atau haruskah mengecam terang‑terangan mereka yang melaksanakan tugas‑tugas kontroling, yang berakibat sakit hati dan perpecahen ‑‑sebuah biaya yang terlampau mahal. Contoh lain adalah soal Anggaran kontroling. Sering terjadi anggaran kontrol lebih besar ketimbang biaya untuk kebutuhan mendesak lainnya; kompleks rekayasa kontroling bisa jadi menghalangi inovasi dan juga biaya pembelian perlengkapan dan barang-barang kontrol seringkali melebihi porsi. Demikianlah contoh-contoh kontroling yang tidak efisien.

c. Prinsip Tanggung Jawab Kontroling.

Tanggung jawab pertama untuk menjalankan kontroling terletak pada manejer yang diangkat atau ditunjuk dilengkapi dengan rencana‑rencana yang akan dilaksanakan.

Atas dasar pendelegasian wewenanq dan penunjukkan tugas-tugas membuat seorang manejer bertanggung jawab terhadap tugas-tugas tersebut. Maka, kontrol atas pekerjaannya ini seharusnya juga dilakukan olehnya. Tanggung jawab sekali‑kali tidak boleh dilepaskan dan dihentikan tanpa mengubah struktur organisasi. Prinsip sederhana ini menjelaskan seringnya terjadi salah penafsiran mengenai peranan seorang pengontrol. Para pengontrol ini bisa menjadi anggota/staf atau dalam kedudukannya sebagai orang yang membantu manejer melengkapi informasi untuk kontroling. Namun anggota/staf manejer kontroling ini tidak bisa melakukan kontrol langsung tanpa memiliki atau memegang tanggung jawab manejerial dan kewenangan manjerial.

d. Prinsip Kontrol Langsung.

Makin tinggi kualitas seorang manejer dan stafnya, semakin kurang kebutuhan untuk kontrol secara langsung.

Sebagian besar, kontrol yang dilakukan sekarang ini didasarkan pada fakta bahwa manusia membuat kesalahan dan kekeliruan. Maka, kontroling biasanya dipakai sebagai kontrol tak langsung yang sederhana untuk menangkap kesalahan yang kerapkali setelah kejadian. Dimana mungkin, kontrol langsung ‑‑yang ditujukan untuk mencegah kesalahan‑kesalahan‑‑ harus digunakan. Tidak disangsikan lagi, sarana terbaik untuk menjamin rencana-rencana dapat berjalan bagus adalah dengan menjaga kualitas menejer‑menejer terbaik pada seluruh jenjang. Menejer seperti ini membuat paling sedikit kesalahan dan menjalankan semua fungsinya dengan keuntungan paling besar.

2) Struktur Kontroling

Prinsip‑prinsip berikut ini terutama berkaitan dengan kontrol terhadap penyimpangan‑peryimpangan dan praktek‑praktek dalam rencana-rencana dan dalam struktur organisasi, dan juga terhadap struktur kontrol itu sendiri.

a. Prinsip refleksi atas rencana‑rencana.

Semakin banyak kontroling yang dirancang sesuai dengan dan mencerminkan sifat dan struktur khusus rencana‑rencana, maka kontroling akan semakin efektif melayani kepentingan perusahaan dan menejernya. Prinsip ini mengakui kebenaran dasar bahwa rencana‑rencana adalah prasyarat kontrol, dan tugas—tugas kontroling memastikan bahwa perencanaan bisa diselesaikan dengan baik; perlengkapan/peralatan kontroling harus mencerminkan perencanaaan. Apakah ongkos kontroling, sebagai contoh, harus didasarkan pada ongkos yang sudah direncanakan dalam tipe yang pasti dan spesifik. Dalam kontrol terhadap penerapan kebijakan, sifat-sifat kebijakan dan dimana dia harus diterapkan haruslah jelas; dan demikian pula dalam semua lapangan usaha.

b. Prinsip Kecocokan Organisasional

Semakin kontroling dirancang untuk menunjukkan tempat dalam struktur organisasi di mana terletak tanggung-jawab tindakan, maka semakin mampu dibuat koreksi terhadap penyimpangan perencanaan.

Oleh karena perencanean dilaksanakan oleh para menejer dan bawahan‑bawahannya, maka kontrol harus menegaskan wilayah kewenangan menejer, dan karena ia dirancang untuk mencerminkan struktur organisasi. Akibatnya setiap penyimpangan kontrol harus di jatuhkan pada straktur organisasi, dan informasi yang digunakan untuk menilai perencanaan harus dicocokkan dengan posisi menejer yang menggunakannya. Urwick, seorang ahli, menyatakan ide ini sebagai prinsip keseragaman dan menekankan bahwa "semua gambaran, dan laporan yang digunakan untuk tujuan‑tujuan kontrol harus dalam rangka atau berkesesuaian dengan struktur organisasi.

c. Prinsip Kontrol Perorangan.

Kontrol‑kontrol yang efektif mensyaratkan konsistensi kedudukan, tanggung jawab operasional, kemampuan memahami, dan perlunya orang‑orang yang terkait.

Walaupun boberapa informasi dan teknik‑teknik kontrol dapat dimanfaatkan dalam bentuk yang sama oleh berbagai perusahaan dan menejer yang berbeda sebagai aturan main umum, namun kontrol harus juga memenuhi kebutuhan perorangan tiap menejer. Cakupan dan perincian dari informasi yang dibutuhkan bervariasi sesuai dengan tingkat dan fungsi menejerial. Lebih jauh, menejer‑menejer juga beragam dalam pilihan‑pilihannya terhadap berbagai metode penyajian informasi dan dalam jenis‑jenis unit yang yang dipilih untuk laporan. Yang pasti, antara presiden direktur, komisaris, pengontrol, kepala bagian perusahaan, pengawas pabrik dan mandor tidak akan pernah memakai jenis kontrol yang sama.

(3) Proses Kontroling.

Kontrol secara umum adalah soal teknik tergantung pada seni menejemen, pada kecakapan menangani kasus. Sekalipun demikian, prinsip‑prinsip berikut ini disarikan dari pengalaman dan telah diterapkan oleh kalangan luas.

a. Prinsip Standar.

Kontrol yang efektif memerlukan standar yang obyektit, tepat dan cocok. Harus ada standar yang sederhana, spesifik dan yang dapat diuji untuk mengukur apakah suatu program yang direncanakan telah diselesaikan. Dikontrol, dilakukan dan diselesaikan oleh orang-orang. Bahkan menejer terbaik sakalipun tidak dapat dicegah dipengaruhi oleh faktor‑faktor pribadi dan tindakan‑tindakan aktual pun seringkali merupakan topeng baik oleh orang‑orang bodoh maupun pintar; atau oleh bawahan yang penjilat dan menjual diri. Maka berdasarkan bukti‑bukti yang sama mutlak diperlukan standar tindakan‑tindakan yang baik, yang obyektif diterapkan, akan lebih mudah diterima oleh bawahan sebagai adil dan masuk akal.

b. Prinsip Kontrol Bagian Kritis.

Kontrol yang efektif memerlukan perhatian terhadap faktor-faktor yang secara kritis akan dipakai menilai rencana perorangan. .

Biasanya, akan membuang waktu dan tidak perlu bagi seorang menejer untuk mengikuti seluruh detail pelaksanaan suatu rencana. Apa yang harus diketahui adalah bahwa perencanaan sudah dijalankan. Karenanya, ia memusatkan perhatiannya faktor‑faktor penting dari tindakan‑tindakan ‑-tanpa harus memelototi semua tetek bengek‑- yang mengarah pada penyimpangan berarti dari perencanaan awal. Sesungguhnya, tidak ada pedoman yang mudah untuk menetapkan di mana bagian‑bagian kritis yang harus diperhatikan, sebab pemilihan bagian‑bagian kritis tersebut merupakan soal seni menejerial. Mungkin seorang menejer dapat bertanya pada dirinya sendiri tentang bagian‑bagian mana dalam pekerjaanya yang memungkinkan dia tahu dengan baik bahwa perencanaan yang menjadi tanggung jawabnya telah tuntas.

c. Prinsip Pengecualian.

Semakin menejer memusatkan ueaha‑usaha kontrolnya pada pengecualian, semakin efisien hasil‑hasil kontrolnya.

Prinsip ini berpegang bahwa seorang menejer harus bertanggung jawab pada dirinya hanya terhadap penyimpangan‑penyimpangan penting, dalam situasi luar biasa baik atau luar biasa buruk. Hal ini seringkali dikacaukan dengan prinsip kontrol bagian kritis dan keduanya memang memiliki kemiripan. Sakalipun begitu, kontrol bagian kritis harus dilakukan dengan mengenali terlebih dahulu bagian‑bagian yang harus diawasi, sedangkan prinsip pengecualian harus dilakukan dengan memperhatikan ukuran penyimpangan secara logis pada balgian‑bagian tersebut.

d. Prinsip Keluwesan Kontrol.

Bila kontroling masih tetap efektif disamping kegagalan atau perubahan perecanaan yang tak diduga, maka keluwesan diperlukan dalam rancangannya.

Menurut prinsip ini, kontrol harus tidak kaku tegak lurus dengan rencana, sebab hal ini akan tidak ada gunanya pada saat seluruh rencana batal atau mendadak berubah. Catatlah bahwa prinsip ini diterapkan pada rencana yang gagal dan bukan pada kegagalan orang‑orang yang bekerja di bawah rencana tersebut, meskipun yang disebut kemudian adalah sasaran pokok kontrol.

e. Prinsip Tindakan

Kontrol dibenarkan hanya jika penyimpangan yang telah ditunjukkan dan dialami dari rencana sudah dikoreksi melalui perencanaan, pengorganisasian, penyediaan staf dan pengarahan yang tepat.

Terdapat banyak contoh dalam praktek dimana kebenaran sederhana ini dilupakan. Kontrol akan membuang waktu para menejer dan staf kocuali jika dilanjutkan dengan tindakan. Bila penyimpangan dijumpai dalam tindakan yang sudah dialami atau dibayangkan, maka tindakan harus diambil, baik dalam bentuk penjabaran kembali perencanaan atau penambahan perencanaan. Mungkin juga dilakukan reorganisasi. Bisa jadi diperlukan penggantian bawahan atau melatihnya lagi untuk mengerjakan tugas‑tugas yang diinginkan. Atau Atau barangkali tidak ada kesalahan selain tidak adanya "direction", arah yang dapat dimengerti atau mendorong para bawahan untuk menuntaskannya. Namun, pada banyak kasus, tindakan selalu harus diambil.

Oleh karena tindakan ini perlu dilakukan oleh menejer yang pada departemen/bagian‑nya terjadi penyimpangan, maka prinsip ini menggaris bawahi pentingnya tanggung jawab menejer diberi sarana-sarana yang tidak hanya untuk kontroling, melainkan juga menjalakan fungsi‑fungsi menajerial lain. Prinsip ini mengukuhkan kesatuan menejemen yang esensial, yakni fakta bahwa tidak seorangpun akan bisa mengelola secara efektif jika ia tidak bisa melakukan secara tepat fungsi‑fungsi perencanaan, pengorganisasian, penyediaan staf, pengarahan dan kontroling.

VI. M O N I T O R I N G

A. APAKAH MONITORING?

Monitoring adalah proses pengakuran rutin secara berkala terhadap pelaksanaan perencanaan. Monitoring adalah mengumpulkan informasi mengenai proyok‑proyek, hasil‑hasil, masukan‑masukan dan aktivitas‑aktivitas untuk mengingatkan para ketua terhadap persoalan‑persoalan pelaksanaan, baik yang aktual dan potensial, yang memerlukan tindakan‑tindakan pembetulan.

Melalui monitoring setiap penyimpangan, yang muncul dari implementasi rencana‑rencana secara jelas diketahui dan dengan tepat waktu diperbaiki. Tambahan pula, penggunaan yang paling efisien dari sumber daya yang ada untuk tugas atau aktivitas secara jela diawasi. Maka fungsi seorang ketua/pemimpin yang bertanggung jawab adalah memastikan bahwa apa yang dikerjakan adalah apa yang memang dimaksudkan. Beberapa pelaksana melupakan prinsip bahwa merancang setiap program sebenarnya dituntut mensistematisasikan dan merinci hasil‑hasilnya ke dalam aktivitas-aktivitas untuk menjamin bahwa program‑program secara realistik bermanfaat untuk sektor/bagian yang dituju oleh organisasi.

Sekali program perencanaan telah dirancang secara memuaskan untuk implementasi, maka tugas bagi aktivitas monitoring sudah menunggu. Dalam mengerjakan tugas ini, segala sesuatu mengenai apa yang harus dimonitor harus sudah beres. Ini berarti bahwa detail mengenai perencanaan, harus sudah diketahui mereka yang akan memonitor. Sampai kepada hal‑hal yang rinci seperti tujuan, sasaran, target‑target, jadwal, dan sebagainya mesti diketahui dengan baik oleh orang yang bertugas memonitor.

B. TEKNIK‑TEKNIK MONITORING

Untuk mengefektifkan program monitoring, baberapa cara dan sarana dianjurkan. Penjadwalan dan pengontrolan adalah dua aspek utama dari monitoring yang memakai sejumlah teknik‑teknik.

Definisi
Sebagian besar organisasi‑organisasi mempunyai beragam perencanaan yang berisi aktivitas yang kompleks dan saling-berkaitan. Aktivitas‑aktivitas ini harus secara benar dirinci, dijadwalkan dan dikontrol sesuai dengan sumberdaya dan waktu yang tersedia.

a. Penjadwalan (scheduling): berarti menjabarkan dan menguraikan aktivitas‑aktivitas dengan menggunakan kerangka waktu, kapan mulai, dan menuntaskan tiap aktivitas, hubungan aktivitas satu yang lain, alokasi sumberdaya, individu dan komite‑komite yang bertanggung jawab atas berbagai tugas.
b. Kontroling : berarti menilai kemajuan‑kemajuan ke arah pencapaian seperangkat sasaran dan kelemahan serta keterbatasan‑keterbatasan, bila ada dari jadwal yang sudah dirancang hingga kita bisa membuat jadwal aktivitas yang baru.

Jadwal‑jadwal membentuk arah dan tujuan serta langkah kemajuan sesuai dengan detail apa yang harus dikerjakan, siapa yang akan mengerjakan, bagaimana cara mengerjakan, dan berapa banyak waktu dan sumberdaya (personil dari material) yang diperlukan. Kontrol menjamin kepatuhan pada arah yang telah di tetapkan dan mendorong dan membantu kemajuan‑kemajuan menuju pencapaian sasaran dan tujuan.

C. TEKNIK‑TEKNIK PEJADWALAN DAN KONTROLING

Aktivitas‑aktivitas yang berkaitan dengan program‑program dapat dijadwalkan secara perorangan untuk kegunaan orang yang bersangkutan dan menejemen program yang dijalankan tepat pada waktunya. Jadwal yang sederhana adalah metode penjadwalan dan kontroling yang paling sederhana. Namun demikian dibandingkan dengan teknik‑teknik lain. ia menjawab pertanyaan‑pertanyaan dasar seperti :
‑ Apa yang harus dikerjakan ?
‑ Siapa yang akan mengerjakannya ?
‑ Kapan dikerjakan ?
‑ Bagaimana mengerjakannya ?
‑ Siapakah sasaran yang dituju ?

D. TENTANG LAPORAN

Laporan adalah teknik umum yang dipakai dalam kegiatan-kegiatan monitoring dan pelaksanaan program‑program. Laporan merupakan sistim dimana data dan informasi dikampulkan yang berkaitan dengan perkembangan proyek‑proyek yang secara sistematis diketabui dan dicatat. Dengan merujuk pada kerangka dasar laporan adalah penuntun dasar dalam mengidentifikasi area keberhasilan atau kegagalan program. Melalui laporan, seseorang diberikan dasar yang perlu untuk merancang rencana tindakan berikutnya yang disesuaikan dengan kondisi yang berubah‑ubah.

Dalam menulis laporan yang baik, apa yang paling dibutuhkan adalah kejelasan dan ringkasan mengenai hal‑hal yang pokok yang perlu ditegaskan. Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah :
a.Laporan harus fungsional !
b. Laporan harus informatif !
c.Ditulis dengan gaya bahasa mudah dimengerti dan efektif !
d. Laporan harus ditulis dengan memakai kerangka !
e.Dalam menulis sebuah laporan; informasi dasar mengenai apa yang ditulis harus didefinisikan secara jelas !


VII. EVALUASI

PENTINGNYA EVALUASI: SEJAUH MANA PERENCANAAN TELAH DILAKSANAKAN ?

Untuk melihat kemajuan‑kemajuan dari perencanaan organisasi tidak cukup dengan hanya menetapkan apa yang dikerjakan oleh siapa, kapan dan bagaimana. Juga tidak memadai dengan mengandalkan penetapan prioritas aktivitas‑aktivitas dan pelayanan‑pelayanan dan pembuatan kerangka waktu secara khusus. Akan tetapi, lebih dari itu,apa yang dibutuhkan pada dasarnya adalah sistem evaluasi, jika kita hendak mengetehui apa keadaan organisasi yang sebenarnya. Evaluasi membantu kita menentukan bagaimana kita telah menyelesaikan pekerjaan kita dengan baik.

Dibandingkan dengah monitoring, evaluasi tidak hanya bertujuan mengetabui apa, dimana dan kapan. Lebih penting daripada itu evaluasi menjawab pertanyaan mengapa dan bagaimana. Pada aspek menejemen proyek inilah kemajuan‑kemajuan diperiksa sesuai dengan tujuan maksud dan terget‑target. Pada saat kemajuan‑kemajuan tidak tercapai, kemudian dicarilah faktor‑faktor yang mempengaruhi implementasi rencana‑rencana ‑‑keadaan para anggota ketua-ketua, straktur, strategi dan taktik, sumberdaya, pengaruh‑pengaruh luar organisasi dah seterusnya.

PROSES DAN TIPE‑TIPE EVALUASI

A. Evaluasi sedang berlangsung dan sesudahnya.

Evaluasi bisa jadi (i) program sedang berjalan dan atau (ii) sesudah program selesai. Yang pertama merupakan analisis awal selama implementasi rencana‑rencana. Tujuannya adalah untuk memberikan para ketua dan pengambil keputusan informasi terus-menerus yang memungkinkan mereka menilai dan bila perlu menyesuaikan kebijakan‑kebijakan, tujuan‑tujuan, struktur, personil, dan sumberdaya yang mempengaruhi rencana tertentu selama masa pelaksanaan. Yang kedua merupakan analisis lebih dalam mengenai dampak aktivitas‑aktivitas setelah selesai dituntaskan untuk memberikan informasi kepada organisasi guna perencanaan berikutnya.

B. Pokok‑pokok yang harus dipertimbangkan.

Pada umumnya, tiga hal yang harus diperhitungkan untuk menilai derajat kegagalan atau keberhasilan sebuah rencana :

1. Evaluasi harus didasarkan pada target‑target yang sudah disusun oleh program.
a. Jadwal yang direncanakan versus jadwal aktual.
b. Biaya yang aktual versus biaya yang direncanakan.
c. Hasil‑hasil yang direncanakan versus hasil aktual.

2. Pemeriksaan sistematis dan analisis terhadap data dan perubahan‑perubahan secara kuantitatif den juga perubahan kualitatif (Tugas‑tugas pokok dan pelajaran‑pelajaran dan seterusnya)

3. Evaluasi adalah dasar bagi perencanaan berikutnya untuk program periode berikutnya dilengkapi dengan tinjauan terhadap kondisi obyektif.

C. ASESSMENT DAN SUMMING‑UP

Dalam pengalaman banyak organisasi, sangat penting untak membedakan dua jenis evaluasi : (l) asessment dan (2) summing‑up.

(1) Apakah Asessment ?

Asessment adalah evaluasi terhadap pelaksanaan program. Melalui asessmen organisasi berusaha untuk menemukan sebab‑sebab mengapa organisasi berkembang lancar atau gagal untuk mewujudkan targetnya.

Asessment juga sangat tergantung kepada periode dan tujuan. Suatu asessment dapat diadakan selama POA masih dalam proses pelaksanaan atau segera setelah periode yang dijalani POA. Penilaian terhadap seluruh tindakan organisasi yang diadakan selama periode pelaksanaan harus dikerjakan secara reguler, tetap misalnya: setiap bulan selama satu semester. Setiap aktivitas khusus misalnya, sebuah seminar atau sebuah training harus dinilai secara sesudah berakhir.

Asessment yang diadakan setelah pelaksanaan POA lebih teliti, tajam mendalam dan komprehensip. Sedangkan analisa terhadap keadaan organisasi yang dibuat selama masa pelaksanaan, dianggap tentatif sifatnya; sedangkan yang dikerjakan setelah masa pelaksanaan, asessmen harus mengandung unsur penentu. Kesimpulan-kesimpulan harus dibuat hanya setelah semua faktor -‑internal dan eksternal ‑‑, begitu juga dengan semua panjelasan yang mungkin harus diperhitungkan. Dalam asessement semacam itu, kesatuan pandangan mengenai status yang sudah dicapai oleh organisasi harus sudah dicapai.

(2) Apakah tuJuan assessment ?

a. Untuk menemukan, dalam arti yang umum, level atau status yang sudah dicapai oleh organisasi berdasarkan atas program yang dilaksanakan.

c. Untuk menemukan faktor‑faktor yang mempercepat atau memperlambat implementasi pragram.

c. Berdasarkan level yang dicapai oleh organisasi dan berdasarkan analisis atas kondisi obyektif, ditetapkan level berikutnya yang akan dicapai oleh organisasi.


(3) Apa tahap‑tahap melakukan asessment ?

a. Kumpulkan dan susun semua data yang implemetasi program.

b. Analisa data yang telah terkampul. Pertama, tinjaulah setiap komponen dari program‑program yang dilakukan, khususnya target konkret yang ditetapkan. Berikutnya, bandingkan target‑target tersebut dengan hasil‑hasil aktual. Pungutlah faktor‑faktor yang merintangi pencapaian target atau yang membawa pada pencapaiannya. Dalam menganalisa keadaan organisasi, seseorang harus melihat pada soal pelaksanaan tugas‑tugas, dan kebijakan yang berkait dengan program. Seseorang Juga harus juga memperhitungkan secara rinci pada bagianmana program terlaksana. Setelah meneliti setiap jengkal tingkat program seseorang akan memperoleh gambaran mengenai level yang dicapai oleh organisasi dalam melakukan tugasnya dan level lanjut yang akan dicapai.

c. Dokamentasikan hasil‑hasil asessmen ! pastikan bahwa salinannya tersedia.

(2) Tentang Summing‑Up !

Summing-up adalah proses menganalisa program dan kebijakan-kebijakan didasarkan pada pengalaman aktual dalam pelaksanaannya. Ini dikerjakan segera sesudah periode yang dijatuhkan untuk pelaksanaan program‑program. Namun demikian, summing‑up dilakukan jika peristiwa‑peristiwa yang terpisah muncul dan akan menyebabkan perubahan pada tugas pokok.

A. Apakah Tujuan Summing‑Up ?

1. Untuk menganalisa proses dan metode menyesuaikan organisasi sepanjang masa pelaksanaan.
2. Menganalisa bagaimana struktur‑struktur dalam organisasi terbentuk dan bagaimana mereka berfungsi yang didasarkan pada prinsip-prinsip, kebutuhan‑kebutuhan, dan orientasi organisasi.
3. Untuk menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif perkembangan dan tanggal yang menentukan dalam mengatasi kelemahan dan keterbatasan sebelumnya.

B. Apa langkah-langkah melakukan summing‑up ?

Data lah semua kejadian‑kejadian penting yang muncul selama pelakeanaan program.
Diskusikan secara kronologis dan pungutlah peristiwa yang menentukan yang akan mewujudkan tujuan dan tugas yang dirumuskan dalam program.
Analisa tanggal dan proses dan seluk-beiuk mengatasi masalah‑masalah.
Tarik dan jabarkan pelajaran‑pelajaran atau merumuskan resolusi‑resolusi.
Dokumentasikan hasil‑hasil tertulis summing‑up !

Oleh karena tiga proses ‑‑perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi secara erat saling‑bergantung dan membentuk satu rangkaian logis: putahan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi menghasilkan perencanaan ulang, pelaksanaan ulang, dan evaluasi ulang. Setelah melakukan evaluasi dalam setiap putaran, modifikasi dan peningkatan‑peningkatan yang dicapai akan membentuk dasar-dasar bagi perencaan masa berikutnya guna membumikan cita‑cita seluruh rakyat tertindas !!!



MENEMPATKAN GARIS MASSA DI ATAS YANG LAIN

Dalam berbagai pengalaman kita dengan aksi, maka pelajaran apakah yang bisa kita petik ?

Kawan‑kawan tentunya akan merasa heran dengan kemampuan kekuatan sendiri. Sikap‑sikap takut dan khawatir yang muncul pada sebelum dan ketika aksi akan dimulai, membuat was‑was dan ketidak-pastian didalam diri masing‑masing. Tapi apa yang tejadi ketika aksi itu sendiri berlangsung adalah sesuatu yang baru sama sekali, yang ternyata membuat kegeloraan jiwa dan perasaan. Rasa was‑was tapi juga disertai semangat yang meluap‑luap untuk terus menerus aksi. Kita menjadi seperti dilahirkan kembali pada ke tika itu, dan jadi mampu melihat dunia yang baru, yang memenuhi kita akan kemajuan‑kemajuan baru.

Aksi‑aksi berlanjut karena sifatnya yang akumulatif, yang menelan sesuatu yang sudah usang dan mewujud kedalam pengalaman-pengalaman baru yang mendidik diri sendiri, tanpa disadari. Akan tetapi bila aksi‑aksi terus berlanjut tanpa sesuatu tujuan yang makin bertambah jelas, dan makin melayani pelaku‑pelakunya sendiri yaitu memenuhi hasrat‑hasrat pemberontakan dan kebebasan (anarki), maka mulailah ia kehilangan arah. Mulai hilang kekongkritan yang pernah dipunyainya, dan makin ia bersifat petualangan.

Apakah sesungguhnya dasar‑dasar dari aksi massa ? Inilah pertanyaan yang kini harus ditanyakan kembali kepada kita.

Pengalaman mengorganisasi aksi massa, mengajarkan pada kita hukum berikul ini : "Bergerak dari persoalan—persoalan yang sederhana, kongkrit, jangka pendek dan personal sampai kepada persoalan‑persoalan yang lebih kompleks, abstrak, jangka panjang dan sistematik". Arti dari ini adalah bahwa jangan mencampur adukkan dalam satu waktu isu‑isu yang kongkrit dengan yang abstrak. Pada ketika masih dalam tahap melaksanakan aksi‑aksi yang kongkrit serta berjangka pendek, jangan mengacaukannya dengan aksi yang sudah lebih abstrak dan berjangka panjang. Mengapa harus didahulukan aksi‑aksi jangka pendek yang kongkrit ? Karena pengalaman aksi itulah yang mendidik massa. Selain itu bahwa aksi‑aksi jangka pendek berdiri diatas dasar kebenaran yang diterima baik oleh kita sendiri, maupun oleh lawan‑lawan kita. Kebenaran yang juga diterima oleh lawan seperti hukum, undang-undang, ide‑ide, pendapat umum, hak‑hak yang dijamin, dan lain sebagainya. Dengan cara inilah maka aksi massa mendapat suntikan‑suntikan pertama yang membuatnya imun dari serangan lawan. Rejim dimanapun juga, tidak bisa melanggar suatu kebenaran begitu saja; karena pelanggaran terhadap kebenaran umum akan membuatnya menjadi sorotan yang memalukan.

Aksi‑aksi awal yang dilakukan haruslah berangkat dari kebenaran yang diyakini secara umum disebagian besar khalayak.

Aksi‑aksi tersebut akan membuat sulit lawan karena berangkat dari landasan hukum dan ide-iede yang dibuatnya sendiri. Berangkat dari rasa percaya diri inilah, maka massa tidak akan terombang-ambing dalam provokasi dan fitnahan yang dilancarkan pihak lawan. Demikian pula, maka ia akan mampu menarik sebagian lebih besar l~gi rombongan yang lain untuk lkut bergabung kedalamnya.

Hal ini sudah dibuktikan sendiri oleh aks.i‑aksi sebelumnya. Dengan demikian rasa was‑was dan keraguan untuk berhasil akan bilang setelah kejadian aksi lewat. Akan tetapi gelombang aksi yang semak in lama semakin besar dan bekerja dimana‑mana akan menempatkan mahasiswa pada posisi yang cukup sulit: Haruskah ini diteruskan untuk maju terus, dan sampai kapan ?

Kenyataan yang berlangsung membuktikan dalil bahwa massa dididik oleh prakteknya sendiri. Dengan demikian selama aksi massa berdiri pada kehendak massa yang sebenarnya, dan yang secara judur harus diakui, bukanlah bikinan beberapa orang saja, maka tidak ada keraguan untuk melanjutkannya. Hanya saja dengan hasil pendidikannya itu sendiri, para pimpinan aksi makin percaya bahwa mereka harus lebin baik lagi dari yang sebelumnya. Artinya keadaan gerakan aksi ini harus makin jelas dalam hal isu, posisi, arah, kepentingan, pembagian kerja, organisasi, dan sifatnya yang lebih kongrit dan tertib.

Hal lain lagi yang perlu diyakini oleh para pimpinan aksi, adalah bahwa ia menganut garis politik rakyat bertindas. Garis po1itik inilah, yang membedakan dengan tegas antara aksi massa yang dimobilisasi atas dasar kepentingan klik politik tertentu atau kepentingan kaum oportunis, dengan aksi massa yang sepenuhnya mengabdi pada rakyat tertindas.

Apakah yang membuatnya berbeda ? Para pimpinan aksi dan peserta aksi menyadari bahwa tanpa keikutsertaan rakyat dalam kegiatan‑kegiatan aksi ini, maka ia dengan mudah dapat terjebak kedalam arus permainan petualangan dan pengendalian yang licik dari kaum oportunis. Membiarkan aksi‑aksi berlanjut tanpa kendali dan pemikiran yang jelas, maka ia mudah masuk dalam petualangan mahasiswa‑mahasiswa kelas menengah yang goyah. Ia makin menjadi tidak efektif bagi perjuangan rakyat. Demikian pula tanpa garis politik yang jelas ini, maka dengan mudah ia jatuh pada klik‑klik dikalangan mahasiswa itu sendiri yang menyebabkannnya gampang dihasut atau dimakan oleh kaum oportunis diluar mereka.

Gerakan mahasiswa sudah belajar banyak mengenai ini. Kaum oportunisme telah dengan berhasil menyelewengkan aksi‑aksi mahasiswa untuk kepentingan mereka dan menyuap sebagian dari pimpinan‑pimpinannya. Dalam saat‑saat seperti itulah, Oportunisme dari intel‑intel militer dan kaum PSI (Partai Sosialis Indonesia) pernah membuat aksi mahasiswa berbelok arah dan keliru. Dan mereka masih terus melakukan politik oportunisnya itu sampai sekarang.

Sesungguhnya rakyatlah yang seharusaya berdampingan dengan mahasiswa dalam setiap kesempatan apapun dari gerakan aksi: tersebut. Bagian yang terpenting dahi aksi massa adalah ketik. rakyat ikut bergabung didalamnya sebagai pelaku‑pelaku penah. Disitulah, mahasiswa akan menjadi heran dan takjub akan organisasi dan kepemimpinan yang dilakukan oleh rakyat itu sendiri. Dalam aksi itu, mereka dengan cepat akan bisa berganti taktik dan belajar cepat. Itu karena mereka telah ditempa oleh penderitaan dan penindasan. Yang Jelas bagi rakyat: Ini adalah perjuangan hidup dan mati yang sebenarnya. Mahasiswa harus menyadari ini, sehingga ia tidak ragu‑raqu dan bisa percaya pada politik rakyat.

Saat ini rakyat sudah menaruh kepercayaan pada mahasiswa, suatu kepercayaan yang muncul karena usaha solirdaritas dari mahasiswa itu sendiri, dan juga karena keadaan rakyat tinggal menunggu matinya! untuk itu mahasiswa harus mampu mengangkat kembali harkat kemanusiaannya, memulihkan kembali api semangat penghabisan itu. Dan janganlah mahasiswa bersikap sombong dan berlagak ingin menopoli dan melakukan aksi sendirian saja, serta membiarkan rakyat menonton kehebatannya dan keberanian mereka. Kepentingan Mahasiswa kelas menengah semacam ini, harus dikikis habis.

Mahasiswa sudah semestinya dapat melakukan aksi massa yang henar, yaitu melakukan aksi bersama‑sama massa yanq terpercaya. Haruslah diadakan pembagian kerja diantara mereka, merumuskan taktik bersama dan melakukan koordinasi dibeberapa tempat secara bersama dan kompak. Dalam hal ini, haruslah dihindari lokalisai yang dikehendaki lawan. Lawan hanya merasa kuat karena ia memiliki dan menguasai situasinya. Tapi ia akan kebingungan bila aksi massa sekaligus melakukan kombinasi taktik yang berbeda yang diluar kehendak mereka.

Yang harus dimengerti oleh sebuah aksi massa adalah berfikir dan bertindak secara kreatif. Janganlah sampai terjebak oleh situasi yang dikehendaki lawan, dan jangan pula ia menuruti secara tidak sadar kemauan politik lawan. Ia harus menyadari bahwa lawan dapat dikalahkan oleh hal-hal yang tak diduganya, yang berada diluar pengalamannya.

Mewujudkan manifestasi demokrasi yang sejelas-jelasnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, asalkan terjamin oleh undang-undang dan hukam. Hal ini akan menguntungkan aksi massa tersebut. Saat ini situasinya ada dalam keadaan yang menguntungkan, karena sudah terbentuk opini umum dan internasional yang kuat. Demikian pula, aksi massa yang tertib benar dan pantang mundur akan menarik simpati kha1ayak umum.

Bila aksi massa ini bisa berangkat sungguh‑sungguh dari garis massa yang benar, barulah ia bisa meningkat maju secara kualitatif !


Apakah Garis Massa itu ?

Garis massa adalah prinsip revalusioner yang mengajar kita tegak berdiri dan percaya pada massa untuk pembebasannya. Prinsip ini didasarkan pada kenyataan baNwa massa dan hanya massa yang dapat membuat sejarah.

Hal ini sudah dibuktikan oleh sejarah dunia ratus tabun yang lampau, bahwa faktor yang menentukan dalam perubahan masyarakat tidak lain daripada massa. Adalah kekuatannya dalam produksi yang membuat masyarakat bertahan hidup. Melalui pengetahuan dan kecerdasannyalah pengetahuan dan kehidupan masyarakat berkembang. Dengan kekuatannya, setiap kekuatan yang merintangi kemajuan masyarakat dapat disingkirkan. Itulah sebabnya kita mengata­kan bahwa massa adalah pahlawan sesungguhnya. Keberhasilan setiap tujuan tergantung atas dukungan dan partisipasi massa. Maka, demi keberhasilan perubahan perlu bagi kita bersandar dan percaya kepada massa.

Keberhasilan setiap tujuan dan solusi setiap masalah tergantung pada partisipasi dan mobilisasi aktif massa. Kita harus terjun ditengah-tengah massa dan menyatu dengan mereka. Dengan sabar membangkitkan, mengorganisir, dan menggerakkan massa. Kita bisa membuat mereka membentuk dan menunjukan kekuatan mereka dalam perubahan revolusioner. Inilah satu‑satunya cara. Tidak ada cara lain untuk merebut kebebasan dan demokrasi !

Adalah tanggungjawab kita untuk mempelajari dan mempraktekan Garis Massa. Perlu bagi setiap orang‑orang revolusioner untuk mengolah diri dalam usaha menggerakan massa dengan sabar dan tekun di tengah‑tengah massa, dengan rendah hati bergaul dengan massa. Dengan cara ini, kita bisa mencegah sikap dominasi dan menghindari terpisahnya diri kita dari massa.

Apakah artinya arti massa antuk massa ?

Metode yang tepat dalam memimpin massa adalah "dari massa untuk massa". Ini berarti mengumpulkan ide yang terpencar‑pencar, merumuskannya, dan mengembalikannya kepada mereka dan menjelaskannya keseluruhan gagasan sampai mereka menerima dan menuruti ide tersebut.

Kepemimpinan "dari massa untuk massa" adalah sesuai dengan Garis Massa. Untuk memahami kondisi dan masalah‑masalah dari massa, kita harus bersandar pada pengetahuan dan kecerdasan massa dan kita yakin bahwa keputusan‑keputusan dan rencana‑rencana yang tepat dapat dibentuk hanya apabila massa berpartisipasi dan menyumbangkan pengalaman dan pengetahuan mereka. Itulah sebabnya, kita bertanggung jawab untuk bergaul dan membuat investigasi ditengah‑tengah massa, mengumpulkan gagasan‑gagasan yanq masih terpencar‑pencar dan belum sistematis. Dengan menganalisa dan memasukan gagasan‑gagasan ini, dengan menghargai dan mempercayai massa, memungkinkan kita menyempurnakan gagasan‑gagasan yang sudah terkumpul dan sistematis, yang mencerminkan kondisi real massa, dan massa menjadi jela bagaimana persoalan‑persoalan tersebut bisa diatasi.

Untuk melaksanakan gagasan‑gagasan yang kita bentuk dan untuk mengatasi persoalan‑persoalan massa! kita bertumpu pada kemampuan cdan kokuatan massa. Sekalipun per~oalan tersebut bRea~, kita yakin, sepanjang keputusan dan persatuan massa bulat dan penah kita bisa mengatasinya. Itulah sebabnya! menjadi tanggung jawab kita untak secara sabar menjelaskan kepada massa ide‑ide yang kita susun dari mereka. Kita mengikuti ide‑ide ini ditengah-tengah massa sampai mereka memeluknya sebagai milik.i mereka senciiri dan melaksanakannya melalui, mobilisasi kolektit mereka.

Apakah artinya Mobilisasi yang didasarkan pada kepentingan dan kesiapan massa ?

Garis Massa mengajar kita bahwa kita harus mulai dan bergerak atas dasar kepentingan obyektif massa. Ini berarti bahwa kita harus bergerak atas dasar kebutuhan nyata mereka dan tidak ada yang kita pikirkan. Oleh karenanya, tidak peduli maksud kita amat baik jika kita menyimpang dari kepentingan obyektif massa, pastilah kita akan terpisah dari massa pada saat itu juga.

Akan tetapi, biasanya massa belumlah menyadari kebutuhan obyektif mereka. Mereka masih tidak dapat memahami kebutuhan untuk mengubah, dan mereka belum siap untuk perubahan. Jika kita bertahan dan ngotot dengan posisi kita, kita akan terasing dan terpisah dari massa ‑‑tidak peduli betapa benar kita. Kita harus aktif sampai mayoritas mereka mengakui ide yang kita bentuk dan sampai mereka siap dan berketetapan hati untuk melakukannya.

Bagaimana kita dapat mengerjakan ini ? Kita dapat membagi massa kedalam tiga bagian ; Mereka yang maju, mereka yang sedang-sedang dan mereka yang terbelakang. Bagian yang maju dari massa mudah dapat memahami kebutuhan untuk perubahan dan mereka siap melakukan perubahan ini. Bagian yang terbelakang dipihak lain biasanya memiliki tanda pengaruh keterbelakangan, ragu‑ragu atau menolak. Bagian sedang-sedang atau tengah biasanya mengerti dan memahami kebutuhan akan perubahan, tetapi bimbang dan mutlak mereka tidak siap.

Kita terutama tergantung pada bagian yang maju dari massa, bagian yang paling maju, aktif, bersemangat dan tertarik untuk mengubah. Melalui bagian yang paling maju ini, kita dapat mengerjakan bagian tengah dan berusaha memenangkan hati mereka yang terbelakang. Dengan cara ini kita secara tepat memimpin massa berdasarkan kepentingan obyektif mereka dan dengan memperhitungkan kesiapan mereka untuk melakukan perubahan.

Jika kita melakukan ini tanpa memperhitungkan kesiapan massa, kita sudah melampaui kesadaran dan kesiapan mereka satu hari. Bila itu terjadi, maka kita akan mengerakan mereka dengan mengkomando mereka dan bukan atas dasar inisiatif dari mereka memahami dan menerima maka, ini adalah komandoisme.

Jika kita memakai kepemimpinan pada kepercayaan dan mengerahkan massa besar tetapi terbelakang, kita akan menjadi ekor dari massa. Apa yang akan terjadi adalah bagian yang maju dan menengah dari massa sudah bersiap dan mengajak suatu perubahan, akan tetapi kita menjadi orang bimbang dan massa adalah orang yang akan meyakinkan kita. Maka, kita akan menjadi buntut mereka. Inilah buntutisme



SENTRALISME DEMOKRASI

Apakah organisasi itu ?

Organisasi adalah sistem menghimpun orang bersama-sama untuk berpihak dan bergerak sebagai satu kebulatan. Dengan kata lain, organisasi merupakan sistem yang mengikat setiap anggota dan bagian organisasi untuk bergerak sebagai satu kesatuan untuk mencapai satu tujuan bersama. Kelompok yang kita pimpin adalah organisasi dan ada berbagai organisasi lain di lingkungan kita.

Kita bisa membandingkan sebuah organisasi dengan sapu lidi, yang memiliki kekuatan karena ikatan bersama. Bila masing-masing lidi tidak disatukan menjadi satu, maka lidi-lidi tersebut akan lemah, tidak memiliki kekuatan, dan mudah dipatahkan. Tetapi bila lidi-lidi itu diikat bersama menjadi satu, ia adalah alat yang efektif untuk membersihkan kotoran. Seperti kita, mahasiswa dan pemuda, musuh selalu menghendaki kita terpecah, hingga kita tidak bisa secara efektif menyingkirkan penindasan, pemerasan, dan aruran mereka. Jika kita terorganisir, dan persatuan kita kuat, seperti sapu lidi, maka kita bisa bergerak dan menyapu kotoran-kotoran dan persoalan-persoalan masyarakat.

Selalu tanggung jawab kita untuk mempertahankan dan memperkuat organisasi kita. Kita berusaha mengencangkan ikatan kita, dan membenahi metode pengerahan kekuatan kita. Hanya dengan jalan ini kita bisa menunjukkan tenaga dan kekuatan persatuan kelas-kelas yang ditindas dan dihisap untuk menjungkir balikan musuh kelas meraka dan mencapai masyarakat Indonesia yang demokratis, bebas dan sejahtra.

Apakah Sentralisme Demokrasi itu ?

Sentralisme Demokrasi itu adalah prinsip pembimbing kita dalam membentuk dan menjalankan organisasi kiata. Prinsip ini menjamin bahwa kita akan bergerak sebagai kesatuan yang terorganisir.

Sentralisme demokrasi berarti sentralisme yang didasarkan pada demokrasi dan demokrasi dibawah kepemimpinan terpuasat. Sentralisme berdasarkan pada demokrasi berarti memperhitungkan segala sesuatu berdasarkan keseluruhan kepentingan dan kondisi organisasi. Gerakan yang baik dari organisasi berasal dari partisipasi aktif seluruh anggota dan mengambil bagian didalamnya. Keputusan-keputusan yang dijalankan dalam organisasi secara bersama diputuskan atas dan didasarkan kepada kepentingan umum.

Demokrasi dibawah kepemimpinan terpusat berarti kepentingan dan gerakan tiap anggota atau bagian organisasi sesuai dan memajukan kepentingan dan tujuan organisasi.

Kepatuhan terhadap prinsip sentralisme demokrasi meletakkan kondisi yang baik bagi gerakan tiap anggota dan organisasi secara baik dan hidup. Dengan cara demikian kita membuat keputusan‑keputusan, rencana‑rencana dan program yang benar dalam pergerakan kita, dan secara efektif menuntaskannya. Mempraktekan sentralisme demokrasi adalah satu cara untuk. menjamin keberhasilan kita.

Apakah empat aturan disiplin di dalam organisasi?

Empat aturan disiplin menjamin kesatuan organinasi kita. Prinsip-prinsip ini didasarkan pada sentralisme domokrasi.

Perorangan berada di bawah organisasi. Ini berarti bahwa setiap perorangan harus berada di bawah kepentingan seluruh organisasi. Ia harus mematuhi konstitusi organisasi dan keputusan-keputusan tanpa perkecualian.
Minoritas dibawah mayoritas. Berarti bahwa keputusan yang dipatahi oleh seluruh organisasl didasarkan kepada persetujuan mayoritas. Minoritas harus dibawah dan mematuhi keputusan bersama.
Organ Lebih rendah berada dibawah organ yang lebih tinggi. Ini berarti, organ atau unit yang lebih rendah harus tunduk pada keputusan‑keputusan dan kebijaksanan‑kebijasanaan organ atau unit yang lebih tinggi yang mewakili organisasi secara lebih luas.
Keseluruhan organisasi berada dibawah kepemimpinian nasional dan Konggres Nasional organisasi. Berarti keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang di bentuk oleh konggres nasional dan kepemimpinan nasional adalah efektif dan perlu dipatuhi oleh seluruh anggota dan bagian organisasi.


Apakah Tangung Jawab‑Tanggung Jawab Pemimpin atau Organ Yang Lebih tingqi ?

Berbeda dengan organisasi kaum borjuis dan feodal dari masyarakat yang busuk sekarang ini, pemimpin organisasi revolusioner bukanlah raja yang memerintah dan memberi komando pada para anggota. Pemimpin memutuskan dan bergerak atas dasar prinsip sentralisme demokrasi. Ia bekerja untuk kepentingan umum dan bukan demi kepentingan perorangan atau sekelompok kecil. Pemimpin dipilih melalui proses yang demokratis.

Kepemimpinan umum dalam organisasi merupakan tanggung jawab para pemimpin. Secara umum ia mengawasi jalannya perjuangan untuk mendorong kemajuan tujuan‑tujuan organisasi yang kontinyu dan bulat. Ia menuntunkan tugas‑tugas penting guna mendorong pelaksanaan yang baik ataa keputusan‑keputusan, rencana‑rencana dan program‑program perjuangan. Ia mengelola bagian‑bagian organisasi guna mendorong pelaksanaan tugas secara sungguh‑sunggah.

Sangat penting bagi seorang pemimpin mengenal dengan baik seluruh gerak dan kegiatan organisasi, baik secara umum maupun khusus. Selain dari laporan‑laporan yang telah diperiksa, para pemimpin harus terjun di tengah‑tengah anggota dan massa guna memperoleh keterangan‑keterangan yang perlu. Dengan cara demikian, para pemimpin mengetahui segera perubahan‑perubahan situasi, dan nemberikan petunjuk dan keputusan‑keputusan secara cepat.

Pemimpin membuat garis besar rencana-rencana dan program‑program dalam perjuangan. Biasanya program dibuat disertai tugas-tugas dalam periode waktu tertentu‑‑satu bulan atau lebih. Dengan rencana‑rencana, dipihak lain, disertai tugas‑tugas yang perlu untuk aksi, kampanye, atau tujuan‑tujuan kbusus. Melalui program-program dan rencana‑rencana perjuangan, kita mensistematisasikan dan menyatukan perjuangan keseluruhan organisasi. Studi yang cakap atas situasi dan perjalanan perjuangan keseluruhan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan‑kebutuhan massa adalah sangat per1u. Pemimpin mengundang dan memimpin untuk memastikan bahwa persatuan yang dibentuk dalam adalah baik.

Apakah Tanggungjawab‑Tanggungjawab Para Anggota dan Organ Yang Lebih Rendah ?

Keanggotaan organisasi rervolusioner dibangun dari perorangan-perorangan yang aktif dan bertanggung-jawab yang memperjuangkan tujuan‑tujuan organisasi, Anggota‑anggota organisasi revolusioner tidak hanya berjuang untuk kepentingan mereka sendiri akan tetapi untuk tujuan organisasi. Setiap anggota berjuang untuk membangun ognisasi yang kokoh dan kuat melawan kelas penguasa.

Adalah tanggungjawab setiap anggota bagian‑bagian organisasi, mematuhi semua keputusan‑keputusan, melaksanakan tugas‑tugas, dan program‑program secara bagus; melindungi kepentingan dan keamanan organisasi, dan berjuang segaris dengan tujuan dan kepentingan umum organisasi. Perlu bagi tiap anggota dan bagian-bagian organisasi untuk mempelajari keputusan‑keputusan, rencana‑rencana, menganalisa bagaimana bisa dilaksanakan dan memberikan jalan mengerjakannya. Perlu diinformasikan dengan segera kepada pemimpin setiap pertanyaan atau problem, dan hasil‑hasil pelaksanaan tugas‑tugas tersebut.

Menjadi kewajiban bagi setiap anggota dan organ lebih rendah menyerahkan laporan secara reguler dan aktif termasuk saran‑saran, pengamatan‑pengamatan dan kritik‑kritik atas berbagai macam hal yang penting bagi kepentingan dan perjuangan organisasi. Adalah tanggungjawab setiap anggota bersikap jujur dan pasti terhadap keterangan‑keterangan yang diberikan. Dan perlu sekali membuat rencana‑rencana dan keputusan‑keputusan yang tepat.